Api di Bukit Menoreh
Buku 351 (Seri IV Jilid 51)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
“Dengan Ki Saba Lintang, maksudmu? Kau kenal Ki Saba Lintang?”
“Persetan dengan Saba Lintang. Ia bukan seorang yang ilmunya pantas dikagumi. Kelebihan Saba Lintang satu-satunya adalah kepandaiannya membujuk orang-orang berilmu tinggi untuk berpihak kepadanya. Tetapi Ki Srengga Sura tidak dapat dibujuknya.”
“Sekarang, aku yang memiliki pertanda kepemimpinan Perguruan Kedung Jati ada di sini.”
“Persetan kau. Jangankan kau seorang perempuan, seandainya Saba Lintang sendiri ada di sini, aku akan menghancurkannya.”
Sekar Mirah tertawa. Katanya, “Sesumbarmu seakan-akan mampu memecahkan selaput telinga. Tetapi kita akan melihat, siapakah yang berhasil keluar dari pertempuran ini. Kau atau aku?”
“Jangan menyesal jika kau akan mati di pertempuran ini sekarang juga.”
Sekar Mirah pun mulai bergeser. Sungsang kembali memutar pedangnya. Dengan cepat Sungsang pun meloncat sambil menjulurkan pedangnya ke arah dada Sekar Mirah.
Namun Sekar Mirah telah bersiap pula. Karena itu, maka iapun mampu mengimbangi kecepatan serangan Sungsang. Dengan bergeser sambil memiringkan tubuhnya, maka Sekar Mirah telah melepaskan diri dari garis serangan lawannya. Namun pedang Sungsang pun menggeliat, menebas mendatar ke arah lambung. Sekar Mirah memang tidak sempat menghindar. Karena itu, maka dengan tongkat baja putihnya, Sekar Mirah menangkis serangan itu.
Ketika terjadi benturan, sekali lagi Sungsang terkejut. Ternyata perempuan yang memiliki tongkat baja putih itu memiliki kekuatan yang besar. Dengan lambaran tenaga dalamnya, Sekar Mirah justru telah menggetarkan pedang Sungsang, sehingga telapak tangan Sungsang terasa menjadi sakit.
“Gila perempuan ini,” berkata Sungsang di dalam hatinya, “dari mana ia mendapatkan kekuatan sebesar itu. Ternyata Perguruan Kedung Jati benar-benar perguruan yang pantas dibanggakan. Seorang perempuan dari Perguruan Kedung Jati memiliki ilmu dan kekuatan yang mendebarkan.”
Namun Sungsang tidak mempunyai banyak kesempatan untuk menilai lawannya. Tongkat baja putih di tangan Sekar Mirah itu pun telah berputar pula, sehingga seakan-akan tubuh Sekar Mirah telah dibayangi oleh kabut yang putih.
Namun Sungsang pun memiliki ilmu yang tinggi serta pengalaman yang luas. Karena itu, maka iapun segera meningkatkan ilmunya semakin tinggi untuk mengimbangi kemampuan lawannya.
Dalam pada itu, teriakan-teriakan masih saja terdengar di medan pertempuran. Beberapa orang prajurit Mataram yang semula mempergunakan busur dan anak panah telah meletakkan busurnya pula. Di tangan mereka telah tergenggam pedang yang berkilat-kilat diterpa cahaya matahari yang sudah menjadi semakin tinggi. Namun di antara daun pedang yang berkilat-kilat itu, ada pula yang telah menjadi merah, diwarnai darah lawan-lawan mereka. Para pengikut Srengga Sura yang meskipun jumlahnya lebih banyak, namun mereka tidak mampu menguasai medan apalagi menghancurkan para prajurit yang memiliki ketangkasan dan ketrampilan yang tinggi, serta pengalaman yang luas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Ficción históricasambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis