Api di Bukit Menoreh
Buku 301 (Seri IV Jilid 1)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Glagah Putih tertawa pendek. Katanya, “Rasa-rasanya ingin makan dan minum dengan tenang dan tidak terganggu, sementara selera minuman dan makanannya sesuai dengan selera kita.”
Agung Sedayu pun tertawa pula. Katanya, “Kau ingin bermanja-manja lagi?”
“Sekali-sekali, Kakang,” jawab Glagah Putih.
Demikianlah, mereka pun kemudian masuk ke sebuah kedai yang tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu kecil. Kedai yang cukup bersih dan cukup banyak dikunjungi orang.
Ketika keduanya memasuki kedai itu, beberapa pasang mata telah memandangi mereka. Bahkan juga pemilik kedai itu seakan-akan menjadi heran melihat mereka masuk.
Tetapi Agung Sedayu dan Glagah Putih tidak menyadari akan hal itu. Mereka masuk saja ke ruang yang memang agak luas dan duduk di sebuah lincak bambu.
Wajah pemilik kedai itu nampak berkerut. Ia sendiri merasa segan untuk datang menanyakan apakah yang akan dipesan oleh kedua orang tamunya itu. Karena itu, disuruhnya saja seorang pelayan datang kepada Agung Sedayu dan Glagah Putih untuk menanyakannya.
Ternyata Glagah Putih yang masih saja merasa letih segala-galanya itu, ingin memesan sesuatu yang terbaik untuk menyegarkan dirinya.
“Kakang, aku ingin wedang jahe dengan gula kelapa, dan makan nasi dengan mangut lele.”
Agung Sedayu tersenyum. Katanya, “Kau masih senang ikan lele. Sebaiknya kau cari saja sendiri dengan pliridanmu itu.”
Glagah Putih tertawa. Katanya, “Demikian aku pulang ke Tanah Perdikan, aku akan mulai lagi dengan pliridanku.”
Agung Sedayu tertawa tertahan. Tetapi Glagah Putih membiarkan suara tertawanya lepas. Rasa-rasanya sudah terlalu lama ia tidak tertawa.
Tetapi beberapa orang telah berpaling kepadanya. Seorang yang berpakaian bersih dan rapi berdesis, “Orang-orang melarat dan kasar seperti itu tidak pantas berada di kedai ini. Jika hal seperti ini sering terjadi, maka kedai ini akan banyak kehilangan langganan.”
Kawannya mengangguk-angguk. Katanya, “Orang-orang kumal seperti itu sebaiknya tidak boleh masuk kemari.”
Sementara itu, pelayan kedai itu pun telah menyampaikan pesanan Agung Sedayu dan Glagah Putih. Agung Sedayu pun ikut pula memesan mangut lele dan wedang jahe.
Tetapi pemilik kedai itu berkata kepada pelayannya, “Sampaikan kepada mereka, bahwa mangut lele termasuk hidangan yang mahal di sini. Kenapa mereka tidak memesan bothok mlanding atau megana saja?”
“Tetapi mereka memesan mangut lele,” jawab pelayan itu.
“Aku khawatir bahwa mereka akhirnya tidak sanggup membayar,” berkata pemilik kedai itu.
Pelayan itu pun kemudian mendatangi Agung Sedayu dan Glagah Putih untuk menyampaikan pesan pemilik kedai itu.
Glagah Putih benar-benar tersinggung oleh pertanyaan itu. Namun Agung Sedayu yang cepat tanggap, segera menggamitnya sambil menjawab, “Ya, Ki Sanak. Kami memang memesan mangut lele. Kami sudah menabung bertahun-tahun untuk sekedar dapat menikmati mangut lele di kedai ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Historical Fictionsambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis