289

490 15 0
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 289 (Seri III Jilid 89)

 admin

11 tahun yang lalu

Iklan

Beruntunglah bahwa beberapa saat kemudian, ada beberapa orang lagi yang datang menemui mereka. Demikian mereka mendengar bahwa Pandan Wangi dan Swandaru datang, dua tiga orang bebahu telah memerlukan datang untuk sekedar berbincang dengan mereka.

Seperti yang direncanakan, maka ketika senja turun Swandaru pun telah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Agung Sedayu. Namun ternyata bahwa justru Agung Sedayu-lah yang telah datang ke rumah Ki Gede. Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Glagah Putih.

Sebenarnyalah Glagah Putih merasa agak segan ikut menemui Swandaru. Tetapi Agung Sedayu dan Sekar Mirah telah mengajaknya, sementara Glagah Putih tidak dapat memberikan alasan untuk menolak. Jika ia mengatakan keseganannya, maka tentu tidak akan dapat dimengerti oleh Agung Sedayu.

Karena itu, betapapun juga, Glagah Putih telah ikut pergi ke rumah Ki Gede Menoreh.

Karena sudah agak lama mereka sudah tidak saling bertemu, maka pertemuan itu memberikan kegembiraan kepada kedua belah pihak. Pandan Wangi telah memeluk Sekar Mirah sambil berkata, “Kau menjadi semakin segar sekarang Mirah.”

Sekar Mirah tersenyum. Katanya, “Kau-lah yang menjadi semakin cantik.”

Mereka pun kemudian telah dipersilahkan duduk di ruang dalam. Glagah Putih yang juga ikut duduk di ruang dalam sesaat memang melupakan keseganannya.

Wajah Ki Gede memang menjadi cerah. Prastawa yang ikut duduk di antara mereka pun nampak gembira.

Sejenak kemudian, mereka pun telah saling mengucapkan selamat dan mempertanyakan keselamatan keluarga mereka masing-masing.

Swandaru pun kemudian mengabarkan, bahwa Sabungsari dan Untara telah pergi ke Sangkal Putung. Selain mengemban tugas, Sabungsari juga sempat memberitahukan apa yang baru saja terjadi di Tanah Perdikan ini.

“Rasa-rasanya kami tidak sabar lagi menunggu untuk datang kemari,“ berkata Swandaru.

Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, “Tanah Perdikan ini mendapat tekanan yang sangat berat. Tetapi ternyata Yang Maha Agung masih melindungi kami di sini.”

“Kakang telah terluka parah?” desis Swandaru.

Agung Sedayu mengangguk sambil teratawa kecil. Katanya, ”Ya. Aku memang terluka. Juga beberapa orang yang lain. Tetapi sekali lagi kami mengucapkan syukur, bahwa kami sudah menjadi berangsur baik. Namun di samping itu, kami pun harus melepaskan beberapa orang terbaik dari Tanah Perdikan ini.”

“Itu wajar sekali,“ jawab Swandaru.

Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah terlalu sering mendengarkan Agung Sedayu dan Swandaru berbincang. Karena itu, maka iapun sudah dapat menduga apa yang akan dikatakan oleh Swandaru.

Tetapi Glagah Putih justru merasa heran, bahwa Swandaru tidak segera sesorah tentang kelemahan Agung Sedayu. Biasanya Swandaru segera mengajari Agung Sedayu untuk memanfaatkan waktunya sebaik-baiknya sebagai murid utama Orang Bercambuk.

Api di Bukit Menoreh seri KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang