Api di Bukit Menoreh
Buku 364 (Seri IV Jilid 64)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Glagah Putih yang telah bergeser menjauh itu mengangguk-angguk. Katanya, “Ya. Aku akan menjalani laku untuk menjadi kebal seperti Kakang Agung Sedayu.”
Ketika Rara Wulan mendekat, Glagah Putih masih juga bergeser menjauh. Tetapi Rara Wulan pun kemudian berkata, “Aku tidak apa-apa. Aku tidak akan menyakitimu lagi.”
Glagah Putih nampak ragu-ragu. Tetapi Rara Wulan memang tidak mencubitnya lagi.
“Kakang,” berkata Rara Wulan kemudian, “bagaimana pendapatmu jika kita berbuat sesuatu selama kita ada di sini?”
“Berbuat apa?”
“Kita pergi ke luar Kademangan Seca. Kita pergi ke hutan. Kita akan membaca kitab itu lagi. Bukankah masih ada beberapa hal yang masih dapat kita pelajari untuk memperluas wawasan kita, menjelang tugas-tugas yang tentu akan menjadi semakin berat?”
“Tetapi kita tidak akan dapat melihat peristiwa yang terjadi di sini. Misalnya, jika para pengikut Ki Saba Lintang datang kemari. Atau bahkan Ki Saba Lintang sendiri.”
Rara Wulan menarik nafas panjang. Namun Rara Wulan tidak lagi mengajak Glagah Putih meninggalkan Kademangan Seca.
Ketika senja turun, maka kesepian kademangan itu pun telah dipecahkan oleh kedatangan beberapa orang berkuda. Mereka datang bersama-sama dan langsung pergi ke penginapan di sebelah pasar.
Glagah Putih dan Rara Wulan yang baru berjalan-jalan setelah mandi dan berbenah diri, tertarik sekali dengan kedatangan sekelompok orang berkuda itu.
“Aku ingin tahu, siapakah mereka itu,” desis Glagah Putih.
“Tetapi kepada siapa kita akan bertanya?”
“Kepada penunggu penginapan itu. Tentu tidak seorangpun yang mencurigai kita, jika kita masuk ke penginapan itu. Bukankah banyak orang yang keluar masuk di penginapan?”
“Tetapi para petugas itu tentu hafal, apakah seseorang menginap di penginapan itu atau tidak.”
“Kita justru akan bertanya kepada mereka.”
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Sementara Glagah Putih berkata selanjutnya, “Tentu para petugas itu mengenal, setidak-tidaknya tahu, siapakah mereka itu.”
“Kita tidak tahu apakah para petugas itu bersedia membantu kita. Jika yang terjadi sebaliknya?”
“Maksudmu, para petugas itu justru mencurigai dan bahkan menangkap kita?”
Rara Wulan mengangguk.
“Bukankah kita tidak berbuat apa-apa? Kita hanya bertanya, siapakah orang-orang berkuda itu. Apakah itu sudah terbiasa, atau baru sekarang setelah terjadi kerusuhan di ujung hutan itu.”
Rara Wulan masih mengangguk-angguk. Katanya, “Baiklah, Kakang. Kita akan mencoba bertanya kepada petugas di penginapan itu.”
“Dengan beberapa keping uang, semuanya akan menjadi semakin lancar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Fiksi Sejarahsambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis