345

272 14 0
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 345 (Seri IV Jilid 45)

 admin

11 tahun yang lalu

Iklan

Dua orang terlempar dari arena. Sementara itu orang yang didorong oleh kawannya yang berkumis lebat serta orang yang dilanggarnya, telah bersiap pula untuk menyerang.

Sejenak kemudian, pertempuran pun segera menjadi sengit. Glagah Putih sendiri harus bertempur melawan lebih dari lima orang.

Namun setiap kali orang-orang yang mengeroyoknya itu terpelanting dari arena, jatuh terlempar dengan kerasnya. Tetapi mereka pun segera bangkit lagi dan kembali menyerang Glagah Putih.

Sebenarnyalah bahwa Glagah Putih tidak mengalami kesulitan. Tetapi Rara Wulan itu pun berkata kepada Nyi Citra Jati, “Ibu, apakah aku boleh bergabung dengan Kakang Glagah Putih?”

“Suamimu tidak memerlukan orang lain, Ngger.”

“Aku mengerti, Ibu. Tetapi nampaknya Kakang Glagah Putih menjadi sibuk pula.”

Nyi Citra Jati tersenyum. Ia mengerti bahwa Rara Wulan tidak sampai hati membiarkan Glagah Putih sibuk sendiri, meskipun tidak berbahaya baginya.

Namun sebelum Nyi Citra Jati menjawab, seseorang telah terlempar dari arena membentur sebatang pohon, sehingga orang itu mengerang kesakitan.

Sebelum orang itu dapat bangkit berdiri, seorang lagi telah terdorong beberapa langkah surut. Ia masih sempat mempertahankan keseimbangannya. Namun kemudian orang itu justru terjatuh pada lututnya. Kedua tangannya memegangi perutnya yang disengat oleh perasaan nyeri karena jari-jari Glagah Putih yang merapat sempat mengenai perutnya itu.

“Jika anak itu keras kepala, bunuh saja!” teriak orang berkumis lebat.

Tiba-tiba saja beberapa orang yang berada di sekitar Glagah Putih itu pun telah mencabut senjata mereka. Ada yang bersenjata pedang, ada yang bersenjata golok dan ada yang membawa parang yang besar.

Glagah Putih yang melihat senjata teracu kepadanya itu pun menjadi berdebar-debar. Untuk melawan orang-orang bersenjata itu, ia harus meningkatkan ilmunya. Dengan demikian, maka mungkin sekali ia akan membunuh beberapa di antara lawan-lawannya.

“Ibu,” desis Rara Wulan.

Nyi Citra Jati pun mengerti, Glagah Putih tentu akan menjadi sangat sibuk. Ia akan mengalami kesulitan karena senjata-senjata lawannya itu. Untuk mengatasinya, Glagah Putih mungkin harus benar-benar membunuh.

Namun sebelum Rara Wulan itu melangkah mendekati arena, maka tiba-tiba saja mereka telah mendengar suara rinding. Bukan Ki Citra Jati yang membunyikannya, tetapi Glagah Putih yang juga selalu membawa rinding kemana-mana di kantong bajunya.

Ternyata pengaruh suara rinding itu demikian kuatnya. Beberapa orang yang bertempur melawan Glagah Putih itu tiba-tiba saja telah berloncatan menjauh. Mereka segera menyarungkan senjata mereka. Kemudian kedua tangannya telah menutup telinga mereka yang merasa bagaikan ditusuk duri.

Ternyata beberapa orang yang melihat pertempuran itu dari kejauhan terpengaruh juga oleh rinding itu. Tetapi karena mereka berdiri agak jauh, maka pengaruhnya tidak begitu tajam sebagaimana mereka yang berdiri hanya tiga empat langkah dari Glagah Putih. Bahkan orang yang berkumis tebal itu pun berteriak, “Gila kau, anak iblis! Hentikan suara itu. Hentikan!”

Api di Bukit Menoreh seri KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang