315

414 12 0
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 315 (Seri IV Jilid 15)

 admin

11 tahun yang lalu

Iklan

Ad

“Jika demikian, Ki Gede Menoreh memang harus menjadi sangat berhati-hati,” berkata Ki Patih, “Menoreh harus benar-benar bersiap menghadapi kemungkinan buruk yang dapat terjadi. Ki Lurah pun harus menyiapkan prajurit dari Pasukan Khusus. Mungkin pasukan itu dengan tiba-tiba saja harus dipergunakan.”

“Ya, Ki Patih. Kami di Tanah Perdikan Menoreh akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Dari pembicaraan kami dengan orang-orang yang sudah tertangkap itu, kami dapat menduga bahwa sasaran antara mereka adalah Tanah Perdikan Menoreh.”

Dengan nada rendah Ki Patih itu pun berkata, “Tetapi para petugas sandi yang lain tentu akan segera mengirimkan laporannya berturut-turut.”

“Kami akan selalu menunggu perintah.”

“Datanglah setiap kali, Ki Lurah. Kita akan membuat pertimbangan bersama. Kecuali jika keadaan mendesak, kau dapat datang kapan pun juga. Jika kau berhalangan karena sesuatu hal, kau dapat memerintahkan kepercayaanmu. Tetapi orang itu harus lebih dahulu kau perkenalkan kepadaku. Aku tidak ingin berhubungan dengan orang yang salah. Jika aku belum mengenal kepercayaanmu, maka dapat saja terjadi orang yang tidak kita inginkan datang untuk menyadap keteranganku, yang seharusnya hanya dapat kau dengar.”

“Baik, Ki Patih. Pada kesempatan lain, aku akan datang bersama seseorang yang dapat mewakili aku berhubungan dengan Ki Patih.”

Pembicaraan antara Ki Patih dan Agung Sedayu masih berlangsung beberapa lama. Namun kemudian Ki Lurah itu pun minta diri.

“Salamku bagi Ki Gede,” berkata Ki Patih, ketika Agung Sedayu meninggalkan serambi Kepatihan.

Sejenak kemudian, Agung Sedayu itu pun sudah berpacu kembali ke Tanah Perdikan. Ketika mereka sampai di tepian Kali Praga, Agung Sedayu dan pengiringnya harus menunggu rakit yang akan membawa mereka menyeberang.

“Hati-hatilah,” bisik Agung Sedayu kepada kedua pengawalnya.

“Ada apa Ki Lurah?”

“Dua orang berkuda itu mengikuti kita, demikian kita keluar pintu gerbang Mataram.”

Kedua orang pengiringnya itu termangu-mangu sejenak. Namun Ki Lurah itu pun berdesis pula, “Jangan berpaling. Mereka berada hanya beberapa langkah di belakang kalian.”

Kedua orang pengawal Agung Sedayu itu tidak berpaling. Sementara Agung Sedayu pun berkata, “Jika rakit yang menepi itu nanti merapat, kita jangan tergesa-gesa naik. Kita akan menunggu rakit yang baru bertolak dari tepian sebelah barat itu.”

Kedua pengawalnya pun mengangguk.

Karena itulah, maka ketika rakit yang pertama merapat ke tepian, Agung Sedayu dan kedua pengawalnya justru tidak bergerak ke arah rakit itu. Tetapi justru ke arah lain.

Kedua orang berkuda yang disebut oleh Agung Sedayu itu memang terkejut. Mereka juga sudah bergerak menuju ke rakit yang menepi.

Namun agaknya keduanya tidak menunda keberangkatan mereka. Jika mereka juga tidak naik ke rakit itu, maka Agung Sedayu dan kedua orang pengawalnya tentu segera mengetahui bahwa kedua orang itu memang sedang mengikuti mereka. Bahwa Agung Sedayu dan kedua pengawalnya urung naik ke rakit itu pun merupakan pertanda bahwa mereka telah mengetahui, bahwa kedua orang itu sedang mengikuti mereka.

Api di Bukit Menoreh seri KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang