Api di Bukit Menoreh
Buku 333 (Seri IV Jilid 33)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Ad
Glagah Putih, diantar oleh Ki Patih Mandaraka dan Agung Sedayu, telah menghadap Pangeran Adipati Anom. Ia langsung mendengar perintah Pangeran Adipati Anom kepadanya, “Bawa tongkat baja putih itu ke Mataram, dan serahkan padaku.”
Glagah Putih menunduk dalam-dalam. Terdengar suaranya bergetar, “Hamba, Pangeran. Hamba akan membawa tongkat baja putih itu ke Mataram. Semoga Yang Maha Agung memberi kemampuan kepada hamba. Doa restu Kanjeng Pangeran yang hamba mohon.”
“Perincian perintah itu akan diberikan oleh Eyang Patih Mandaraka.”
“Hamba, Pangeran.”
Perintah Kanjeng Pangeran Adipati Anom singkat dan tegas. Kemudian Kanjeng Pangeran itu pun meninggalkan Ki Patih Mandaraka, yang masih akan memberikan beberapa pesan khusus kepada Glagah Putih.
Ki Patih pun kemudian memberikan beberapa pesan lagi kepada Glagah Putih. Bahkan Ki Patih itu pun telah minta agar Glagah Putih bermalam di Kepatihan.
“Aku ingin memberikan sedikit petunjuk khusus tentang ikat pinggangmu itu, Glagah Putih.”
“Hamba akan sangat berterima kasih.”
“Sementara itu, biarlah kakangmu Agung Sedayu kembali lebih dahulu ke Tanah Perdikan. Bukankah kakangmu Agung Sedayu akan mengurus segala sesuatunya yang berhubungan dengan hari pernikahanmu dengan Rara Wulan?”
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam.
Beberapa saat kemudian, maka ketiganya pun telah kembali ke Kepatihan. Ki Patih Mandaraka minta agar Glagah Putih ditinggal saja di Kepatihan selama tiga hari tiga malam.
“Ia akan menjalani laku khusus.”
Agung Sedayu tidak berkeberatan. Setelah beristirahat beberapa saat di Kepatihan, maka Agung Sedayu pun segera minta diri.
“Besok aku akan kembali bersama Sekar Mirah, Ki Patih. Jika Ki Patih tidak berkeberatan, kami akan mohon diijinkan bermalam di sini, sementara kami akan menghubungi orang tua Rara Wulan.”
“Tentu aku tidak berkeberatan” berkata Ki Patih Mandaraka.
“Setelah tiga hari tiga malam, maka kami akan mengajak Glagah Putih langsung ke Jati Anom untuk menemui Paman Widura dan Kakang Untara, sehubungan dengan pernikahannya. Mereka akan mengerti, bahwa upacara ini akan berlangsung sangat sederhana. Kelak, jika segala sesuatunya sudah selesai, maka tidak ada salahnya keluarga Rara Wulan dan keluarga kami menyelenggarakan upacara meriah dengan mengundang banyak orang.”
Demikianlah, hari itu juga Agung Sedayu kembali ke Tanah Perdikan Menoreh. Ia minta Sekar Mirah bersiap-siap untuk pergi ke Mataram. Mereka akan mewakili orang tua Glagah Putih menemui orang tua Rara Wulan, seorang yang terpandang di Mataram.
Persoalan yang dikemukakan oleh Agung Sedayu dan Sekar Mirah memang sangat mengejutkan. Mula-mula orang tua Rara Wulan sangat berkeberatan. Namun Agung Sedayu dan Sekar Mirah pun menjelaskan, bahwa mereka tidak dapat lagi mencegah Rara Wulan. Sementara itu, tentu bukan pilihan yang baik jika Glagah Putih dan Rara Wulan pergi mengembara berdua, sementara mereka berdua masih belum terikat dalam perkawinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Fiksi Sejarahsambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis