324

444 15 1
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 324 (Seri IV Jilid 24)

 admin

11 tahun yang lalu

Iklan

Ad

Glagah Putih tertawa. Katanya, “Tidak. Tidak apa-apa.”

Yang mendengarnya pun tertawa pula.

Namun Glagah Putih pun kemudian minta diri untuk meninggalkan pertemuan itu, karena ia berjanji untuk bertemu dengan Prastawa.

“Apakah ada sesuatu yang penting?” bertanya Agung Sedayu.

“Tidak,” jawab Glagah Putih, “tetapi kami akan pergi ke padukuhan Sembung untuk menghadiri upacara pernikahan pemimpin pengawal Sembung.”

“Siapa namanya?” bertanya Agung Sedayu.

“Wirit.”

“Oh,” Agung Sedayu mengangguk-angguk, “anak muda yang kumisnya tipis itu?”

“Ya, Kakang,” jawab Glagah Putih, “Prastawa menganggap perlu untuk hadir. Bukan sekedar ikut bergembira, tetapi ada sesuatu yang memaksanya harus datang.”

“Ada apa?”

“Istrinya berasal dari sebelah timur Kali Praga.”

“Ya, kenapa kalau dari sebelah timur Kali Praga? Mbokayumu justru berasal dari Sangkal Putung.”

“Memang tidak apa-apa, kalau gadis itu tidak membawa persoalan tersendiri.”

“Persoalan apa?”

“Seorang anak muda sepadukuhan dengan gadis itu di sebelah timur Kali Praga, jatuh cinta pada gadis itu. Demikian besar cintanya, sehingga anak muda itu mengancam akan membunuh laki-laki yang akan memperistri gadis itu.”

Agung Sedayu menarik nafas panjang. Namun ia pun kemudian bertanya, “Tetapi bagaimana Wirit dapat memperistrinya?”

“Orang tuanya-lah yang memilih calon istrinya itu. Mereka masih mempunyai hubungan darah.”

“Seharusnya orang tua gadis itulah yang menjelaskan kepada orang tua anak muda yang merasa kehilangan itu.”

“Sudah. Itu sudah dilakukan. Tetapi anak muda itu tidak mempedulikannya. Bahkan anak muda itu tidak tunduk kepada kendali orang tuanya sendiri.”

Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, “Datanglah. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu. Mungkin tiba-tiba saja jantung anak muda itu bergejolak. Tetapi setelah mengendap, maka ia akan dapat menerima kenyataan.” Namun kemudian Agung Sedayu itu pun bertanya, “Bagaimana sikap gadis itu sendiri?”

Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya, “Aku tidak begitu jelas, Kakang. Tetapi menurut kata orang, gadis itu tidak merasa pernah menanggapi keinginan anak muda itu. Tetapi entahlah, apa yang terjadi sebenarnya.”

“Baiklah. Amati keadaan. Jangan biarkan terjadi kericuhan. Sekali lagi aku berharap, bahwa anak muda itu tidak akan mengganggu upacara pernikahan itu.”

Demikian, sejenak kemudian Glagah Putih pun telah pergi ke Sembung. Tapi ia singgah di rumah Prastawa, karena ia sudah berjanji untuk pergi bersamanya.

Api di Bukit Menoreh seri KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang