Api di Bukit Menoreh
Buku 353 (Seri IV Jilid 53)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Ketika mereka sampai di rumah Ki Gede, Ki Gede yang baru saja mandi dan duduk di serambi sambil mendengarkan burungnya berkicau, terkejut ketika seorang pembantu di rumahnya memberitahukan bahwa Ki Lurah Agung Sedayu datang untuk menemuinya.
“Ki Lurah?”
“Ya.”
“Sepagi ini? Dengan siapa?”
“Dengan Glagah Putih dan Sukra. Anak yang tinggal bersamanya itu.”
Ki Gede pun segera membenahi pakaiannya. Sejenak kemudian, Ki Gede sudah menemui Ki Lurah Agung Sedayu, Glagah Putih dan Sukra.
“Ada apa?” bertanya Ki Gede.
Ki Lurah pun kemudian menceritakan apa yang sudah terjadi dengan Sukra di tepian sungai.
“Jika demikian, panggil anak-anak itu. Aku akan memanggil Prastawa serta kedua orang anak Kapat Argajalu itu.”
“Tetapi agaknya anak-anak itu tidak akan berani bersaksi, Ki Gede. Anak-anak itu sudah diancam oleh Soma, siapa yang berani melaporkan peristiwa itu akan dibunuhnya.”
Ki Gede termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya, “Aku percaya kepada keterangan Ki Lurah. Aku percaya bahwa Sukra tidak berbohong. Tetapi jika tidak seorangpun yang berani bersaksi, aku akan mengalami kesulitan.”
“Aku mengerti, Ki Gede.”
“Tetapi aku akan mencobanya. Sekaligus untuk menguji kejujuran Prastawa sekarang, setelah Kakang Kapat Argajalu datang menemuinya.”
“Silahkan, Ki Gede. Akupun ingin mengerti, apakah Prastawa masih memiliki sifat-sifat ksatrianya, atau tiba-tiba saja telah diterbangkan angin.”
“Baik. Aku akan memanggil Prastawa dan kedua orang anak Ki Kapat itu.”
“Biarlah aku memanggil anak-anak itu, Ki Gede,” berkata Glagah Putih.
Ketika seorang pembantu di rumah Ki Gede pergi ke rumah Prastawa, maka Glagah Putih pun telah pergi dengan tergesa-gesa pula. Sukra telah menyebutkan beberapa nama yang semalam ikut berada di sungai itu pula.
Tetapi apa yang dikatakan oleh Sukra benar. Glagah Putih mengalami kesulitan untuk mendapatkan saksi.
Ketika Glagah Putih pergi ke rumah Supo. Yang menemuinya adalah ayahnya.
“Supi ada, Paman?” bertanya Glagah Putih.
“Supi masih tidur, Ngger,” jawab ayahnya.
“Apakah anak itu dapat dibangunkan? Aku akan minta tolong, Paman.”
“Minta tolong apa, Ngger?”
“Aku ingin Supi bersaksi, apa yang semalam terjadi di tepian atas Sukra.”
“Supi baru sakit, Ngger. Badannya panas dan dingin. Tetapi bersaksi tentang apa yang Angger maksudkan? Semalam Supi tidak pergi ke mana-mana. Ia tidur sejak sore.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Ficção Históricasambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis