Api di Bukit Menoreh
Buku 377 (Seri IV Jilid 77)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Ketika kemudian Rara menyingsingkan kain panjangnya, sehingga yang nampak dikenakannya adalah pakaian khususnya, maka orang berwajah gelap itu pun segera menyadari bahwa ia telah berhadapan dengan orang yang mengaku suami istri yang tentu mempunyai bekal ilmu kanuragan.
Karena itu maka ia pun kemudian berkata, “Agaknya kalian memang bukan orang kebanyakan. Mungkin kalian sengaja dikirim oleh Pajang atau Mataram untuk mengamati kesiagaan Demak. Karena itu maka kesalahan kalian di mata kami menjadi semakin besar. Jangan menyesal bahwa kami akan mengetrapkan hukuman yang murwat kepada telik sandi yang disusupkan ke daerah kami.”
“Kenapa kau tiba-tiba saja mengira bahwa kami adalah petugas sandi? Aku sudah mengatakan bahwa kami adalah pengembara. Kami tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Pajang atau Mataram. Kami hanya akan lewat dalam pengembaraan kami, karena kami tidak mempunyai tempat lagi di lingkungan keluarga kami.”
“Seorang petugas sandi tidak akan demikian mudahnya mengaku tentang dirinya. Tetapi alangkah bodohnya kalian. Pakaian perempuan itu sudah menunjukkan bahwa ia bukan perempuan kebanyakan. Tentu bukan seorang perempuan yang terusir dari keluarganya.”
“Kau salah menilai keadaan kami.”
“Persetan,” geram orang berwajah gelap itu. Lalu terdengar aba-abanya lebih tegas lagi, “Tangkap mereka! Cepat! Tetapi berhati-hatilah. Mereka adalah petugas sandi yang tentu berbekal ilmu pula.”
Keempat orang yang mendapat perintah itu pun segera bergerak. Dua orang menghadapi Glagah Putih dan dua orang yang lain menghadapi Rara Wulan, yang telah bersiap pula untuk bertempur.
Pertempuran pun segera terjadi. Glagah Putih dan Rara Wulan tidak mau menyerah begitu saja kepada keempat orang yang akan menangkapnya.
Namun Glagah Putih dan Rara Wulan pun kemudian harus menjadi semakin berhati-hati pula. Ternyata keempat orang itu bukan orang kebanyakan. Mereka yang dipercaya untuk mengawal pengiriman senjata itu ternyata orang-orang yang berilmu pula.
Demikianlah, pertempuran itu semakin lama menjadi semakin sengit. Tetapi ternyata bahwa untuk menangkap kedua orang suami istri itu bukan satu pekerjaan yang mudah bagi keempat orang pengawal pengiriman senjata itu.
Bahkan semakin lama mereka justru menjadi semakin terdesak. Bergantian mereka terlempar dari arena dan terpelanting jatuh. Namun mereka pun segera meloncat bangkit kembali untuk meneruskan pertempuran yang semakin sengit.
Orang yang berwajah gelap yang mengamati pertempuran itu menjadi berdebar-debar. Ternyata dua orang yang mengaku suami istri itu adalah dua orang yang berilmu tinggi, sehingga empat orang kawannya yang terlatih dengan baik itu tidak segera dapat mengalahkan mereka, apalagi menangkap dan mengikat tangannya.
Orang berwajah gelap itu tidak mau berlama-lama. Sebagian dari senjata yang diturunkan dari pedati masih terletak di pinggir jalan, sehingga jika ada orang yang lewat, maka mereka akan melihat senjata-senjata itu. Sedangkan pedati yang terperosok ke dalam lubang itu pun masih belum sempat didorong maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Ficción históricasambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis