Afanin Alfira Farahdilla. Gadis itu tersenyum lebar sembari membuka jendela kamarnya. Hari ini mungkin akan menjadi hari-hari terakhirnya berada di pesantren Nurul Qiyam.
Tak terasa, sudah tiga tahun lamanya ia menempati ruang sepetak yang terletak di lantai dua, yaitu kamar Aisyah. Bisa di pastikan, setelah lulus nanti ia akan merindukan suasana sejuk di lereng Merapi.
Di tempat ini, banyak sekali pelajaran dan pengalaman yang di dapatkannya. Bukan hanya materi pelajaran saja, tetapi juga pelajaran hidup seperti kebersamaan, rasa saling menyayangi, berbagi satu sama lain. Begitu juga pelajaran yang ia dapat tentang kesabaran dalam hal percintaan. Rasa senang, rasa sakit, suka duka yang di alaminya tiga tahun di tempat ini seakan-akan terbayang dalam lamunannya.
"Ayok latihan." ujar Manda sedikit berteriak, membuat ketiga muqimat kamar Aisyah menoleh ke arahnya.
Bibir Elsa mengerucut dan wajahnya berubah menjadi pucat pasi "YaAllah, cepet banget sih."
"Tinggal dua hari lagi kita di pesantren ini." ujar Inang sembari memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.
"Perasaan kemarin masih lama, kok sekarang udah mau lulus aja sih." celetuk Fira yang masih terduduk di samping jendela.
Manda mengangkat ke dua pundaknya "Ya, mau gimana lagi? Udah ayok gladi bersih buat acara haflatul wada' (acara wisuda)." ajak Manda penuh semangat.
Mereka berempat berjalan menuju halaman sekolah untuk mengikuti latihan untuk acara wisuda yang akan di laksanakan besok.
Sudah banyak santriwan dan santriwati yang terduduk di tempat yang sudah di sediakan oleh panitia dari acara tersebut. Sekitar seribu santri akan meninggalkan pesantren ini besok pagi. Mulai dari program IPA, IPS, dan BAHASA.
Bukan hanya para santri. Para ustadz dan ustadzah juga terduduk rapi di barisan paling depan. Siap untuk mengantarkan kepergian para santri yang sudah di didiknya selama ini. Berharap mereka akan mengamalkan semua ilmu yang telah di dapatkan.
Gladi bersih untuk persiapan wisuda di isi dengan beberapa acara.
Tak terasa, gladi bersih santri kelas dua belas sudah berakhir. Santri putra di persilahkan untuk meninggalkan tempat lebih dulu. Setelah itu, santri putri di perbolehkan meninggalkan tempat dan kembali menuju asrama.
Tim Fira masih terduduk di tempat, menunggu keadaan hingga larut sepi. Dari dulu mereka adalah tim yang tidak suka jika harus berdesak-desakan. Lebih baik menunggu hingga sepi, fikirnya.
Elsa melihat sekeliling "Udah sepi bund, ayok balik." ajaknya.
"Ayok." sahut Fira, Manda, dan Inang.
Mereka berempat beranjak dari tempat duduknya. Melangkahkan kakinya untuk kembali ke asrama.
"Fira." panggil Nanda, selaku Ustadzah di pesantren Nurul Qiyam.
Mereka menghentikan langkahnya yang baru berjalan beberapa langkah.
"Ada apa, Ustadzah?" tutur Fira dengan sopan.
"Saya minta waktunya sebentar, bisa?" tanya Nanda dengan raut wajah serius.
Fira menatap ketiga sahabatnya secara bergantian, dengan maksud meminta pendapat. Manda, Elsa, dan Inang mengangguk setuju.
"Silahkan, Ustadzah." jawab Fira. Sudah beberapa bulan lamanya gadis itu tidak lagi bertatap muka, apalagi berbicara dengan Nanda. Tidak ada kebencian dan rasa dendam yang menceruak di hati Fira.
"Udah lama ya, kita nggak saling bicara." lenguh Nanda basa-basi.
"Hehe, iya."
"Jadi gini, Fir. Ini undangan pernikahan saya sama mas Fahri. Saya harap, kamu bisa dateng ya!" tukas Nanda sembari memberikan sepucuk surat pada Fira.
KAMU SEDANG MEMBACA
USTADZKU IMAMKU (Sudah Terbit)
Teen FictionMendapatkan cinta seorang Ustadz itu tidaklah mudah. Apalagi cinta itu datang dari seorang santri yang nakal, teledor, dan malas seperti Fira. Haydan Athafahri Ramadhan. Seorang Ustadz muda nan tampan yang mengabdikan dirinya di sebuah pesantren yan...