#45

11.7K 746 122
                                    

Pagi ini, tepat pukul delapan pagi Fahri sudah berada di Bandara bersama Galuh. Pesawatnya akan berangkat menuju Jambi pada pukul 08:10. Artinya, ia harus menunggu sepuluh menit lagi.

Lelaki itu menepati janjinya. Dari sekian banyaknya bujukan yang ia terima untuk pulang ke Jambi, hanya bujukan Fira lah yang berhasil.

Suara dari speaker bandara sudah menggelegar di telinga. Seluruh penumpang pesawat di mohon untuk segera bersiap-siap karena pesawat akan berangkat sebentar lagi.

Sebelum berangkat, tak lupa ia berpamitan pada Fira lewat via telepon.

"Hati-hati, Ri. Kabarin kalo udah nyampe." Ujar Galuh menepuk pundak sahabatnya itu.

"Heem. Makasih juga udah di bolehin nginep. Ana pamit." Pamit Fahri.

"Salam juga buat keluarga di sana."

"Iya, Luh. Assalamualaikum." Kata terakhir Fahri sebelum melangkahkan kakinya.

Fahri sudah terduduk di dalam pesawat. Ia menatap ke arah luar jendela, fikirannya sudah beralih entah kemana. Sebenarnya berat untuk pulang ke Jambi, tapi Fahri tak bisa berkutik. Hampir semua orang membujuknya untuk pulang, begitu juga dengan Fira. Toh, saat ini Firman sedang sakit, dan membutuhkan kehadiran puteranya.

Fahri menarik napas panjang, menghembuskannya, lalu tersenyum. Pemandangan dari atas berhasil menenangkan hatinya. Apapun masalahnya, pasti Allah akan memberi hikmah di balik semuanya.

Setelah melalui perjalanan selama kurang lebih dua jam, kini pesawat yang ditumpangi Fahri sudah mendarat di Bandara Sultan Thaha Jambi.

Kali ini tidak ada keluarga yang menjemputnya, karena memang Fahri tidak memberi tahu siapapun bahwa ia akan pulang. Lalu, ia putuskan untuk naik kendaraan umum yang akan mengantarnya ke rumah.

"Assalamualaikum." Salam Fahri tepat di depan pintu rumahnya.

"Waalaikumsalam. Sebentar." Jawab Ruqayyah yang terdengar dari dalam.

Ruqayyah keluar "YaAllah, Fahri. Akhirnya kamu pulang, Nak."

Fahri mencium dan memeluk ibunya "Iya, Bu. Maafin Fahri."

"Nggak papa. Ayo masuk." Ajak Ruqayyah.

Setelah masuk, Fahri menyapu pemandangan rumahnya.

"Kok sepi, ayah kemana?" Tanya Fahri.

Ruqayyah yang sedang menuang air pun menghentikan aktivitasnya saat mendengar pertanyaan Fahri.

"Ayah di rawat di rumah sakit. Penyakitnya semakin parah." Ucap Ruqayyah lesu.

"Ayah sakit parah, Bu?" Tanya Fahri yang seolah iba akan hal itu.

Ruqayyah terdiam. Tatapannya ke arah Fahri sudah berhasil menjawab semuanya.

"Semenjak pulang dari Magelang, ayahmu sakit-sakitan."

Fahri terdiam, lalu berfikir sejenak "Memangnya siapa aku, dia bisa jaga diri sendiri! Dia telah meremehkanku, tak memedulikan ku. Biarlah. Abaikan!", Bantah hati Fahri sambil menggelengkan kepala karena jengkel. Menggerutu pelan dan mencoba mengabaikan.

"Nak, maafkan ayahmu. Kamu bisa seperti ini karena ayahmu. Asal kau tahu, ayahmu sangat menyayangi mu. Ayahmu sakit sejak lama, tapi ia memendamnya sendirian, dia tidak mau menambah beban untukmu, Nak. Dokter menyarankan agar tidak terlalu memikirkan sesuatu. Tapi setelah pulang dari Magelang dan bertengkar denganmu, ayahmu selalu memikirkan nasibmu kelak. Dan sekarang penyakitnya semakin parah." Jelas Ruqayyah panjang lebar.

"Fahri mau ke rumah sakit sekarang." Ucap Fahri tegas.

"Iya. Kamu makan dulu, bersihin badan, habis itu kita ke rumah sakit." Sahut Ruqayyah.

USTADZKU IMAMKU (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang