53 - Keluhan (1)🌱

12.3K 1.1K 131
                                        

Cemburu mu adalah suatu hal yang menyenangkan.

🌱🌱
______

Sudah hampir seminggu Sella mendiamkan Elang. Ia tak mau berbicara, namun tetap berkomunikasi. Yap, hanya melewati pesan singkat saja.

Sella juga enggan tidur bersama Elang. Kalaupun iya, ada Felix ditengah mereka. Sella benar-benar tak memberikan celah sedikitpun pada Elang.

Seperti pagi ini, Elang bangun pagi hari seperti biasa, dan hal yang pertama kali Elang lihat adalah Sella yang tengah sibuk memakaikan baju Felix. Sesekali, Sella tertawa bahkan tersenyum sangat manis.

Dan itu semua Sella persembahkan untuk Felix, bukan untuknya.

Apakah Elang boleh cemburu kepada putranya sendiri?

Elang bangkit dari tidurnya, ia bergegas masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengatakan apapun. Karena percuma, Sella pun enggan mendengar suaranya. Bahkan, helaan napas yang keluar dari hidung mancungnya, Sella langsung melotot.

Intinya, Elang serba salah deh, kaya judul lagunya Raisa.

"Sayang, abis ini kamu makan ya?" ujar Sella.

"Iya sayang," Elang menyahut. Padahal, Elang sudah tau jika kalimat yang Sella lontarkan barusan adalah untuk Felix, karena hati ini Felix mulai mengikuti program MPASI (Makanan Pendamping ASI) dan itu Meli sendiri yang buat, tentunya dengan Sella yang menemaninya. Jadi, makanan yang diberikan pada Felix sudah pasti bersih dan sehat.

Sella mendengus sebal, ia melemparkan bantal sofa kearah pintu kamar mandi. Sella bisa mendengar helaan napas yang begitu berat dari dalam sana, dan itu sangat menyebalkan. Ia menggendong Felix perlahan dan meletakkan Felix di kereta dorongnya, bergegas keluar dari kamar sebelum amarahnya semakin meledak.

"Mel, makanannya Felix sama Suami saya udah siap?"

Meli mengangguk dan tersenyum. "Mau saya siapin sekarang Nyonya?" tanya Meli.

Sella mengangguk. "Siapin aja, Mel, saya suapin Felix di belakang ya. Tolong sekalian nanti bawa ke belakang ya? Bilang sama Ria dan Wenda suruh mereka sarapan."

Meli mengangguk dan membiarkan Sella pergi ke halaman belakang. Meli memanggil Ria dan juga Wenda untuk mempersiapkan semua kebutuhan Felix, sedangkan Meli menyiapkan sarapan untuk Tuan Besarnya.

"Dimana Istri dan Anak saya?" tanya Elang saat ia sampai di dapur.

"Ada di belakang, Tuan," sahut Ria.

"Tuan mau sarapan sekarang atau--"

"Buatkan sarapan untuk Istri saya saja. Jangan lupa catat apa saja yang ia makan hari ini. Jangan biarkan Istri saya melakukan apapun yang berat, dan satu lagi, jangan biarkan anak saya menangis terlalu lama," pesan Elang.

Ria mengangguk, begitupun juga Wenda dan Meli. Elang membenarkan dasinya dan melenggangkan kakinya menuju ke halaman belakang. Elang menatap Sella dari jauh, ia tersenyum tipis saat melihat senyum Sella yang lagi-lagi mengembang, ditambah dengan sinar matahari yang memberikan efek cerah pada wajahnya. Ah tidak, tak perlu matahari pun, Sella tetap cerah di matanya.

Elang berbalik, ia melirik jam yang melingkar di tangannya. Ini sudah hampir pukul 9 pagi dan ia terlambat datang ke kantor. Elang pergi begitu saja tanpa berpamitan pada Sella, dan itu sudah biasa untuknya selama seminggu ini.

Elang merasa dirinya hampir gila akibat ulah Sella yang mendiaminya. Elang lebih baik dipukul atau ditampar dibanding di diamkan.

Karena rasanya, jauh lebih menyakitkan.

MY FUTURE | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang