08

3K 431 118
                                        

Sebelumnya mau nanya, part di tempat kalian ngacak gak?

**"

"Arion?"

Rion mendongak. Dan satu kata langsung terlintas di pikirannya, manis. Make up natural dan rambut hitam yang di ikat ponytail menambah kesan manis di wajah itu.

"Hei? Lo Arion bukan?"

Suara merdu itu membuat Rion tersadar, ia mengerjap dan kemudian mengangguk. "Ya?"

Senyum di bibir tipis milik gadis di depan itu terbit. Gadis itu mengulurkan tangannya. "Kenalin nama gue Aranisa Syelikha, lo bisa manggil gue Ara, Nisa, atau Likha."

Rion menempelkan tangannya ke tangan gadis itu sambil mengangguk. "Iya Ara." Rion melepaskan tautan tangan keduanya. "Kenapa?"

"Gue di suruh bu Marni jumpain lo."

Kening Rion mengerut. "Bu Marni? Ngapain?"

"Katanya gue di suruh duduk di samping lo. Oh iya, sebelumnya gue murid pindahan dari SMA Gratisya."

Rion mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menoleh ke kursi sampingnya dan di sana terdapat Adrian yang masih pulas di alam mimpinya. "Tapi, maaf, gue udah sama Adrian."

Entahlah bagaimana kalian ingin mendeskripsikan seorang Arion Bayfa. Di karenakan lingkungan keluarganya perempuan, Rion jadi tidak bisa dingin terhadap perempuan. Rion merasa bersalah apabila berbicara kepada perempuan dengan ketus dan singkat-singkat seperti lelaki kebanyakan. Tapi, kalau sama laki-laki, terutama musuhnya jangan harap ada kata ampun dari Rion, Rion tega saja membuat beberapa tulang patah.

Dan satu hal lagi, Rion berbohong kepada Bella kalau Rion itu dingin di sekolah. Mana kuat mulutnya kalau di suruh diem, cuma menjawab hm, ya, hmm, atau apalah itu. Rion berbicara begitu kepada Bella agar ia terlihat wah di depan Bella, entahlah kenapa, tapi ia suka saat Bella menatap kagum dirinya.

Rion menggaruk tengkuknya melihat wajah kebingungan gadis di depannya. "Em, mungkin lo bisa duduk di samping Nasya di depan, karena gue udah sama Adrian."

"Maaf bukannya gue juga mau maksa, tapi bu Marni bilang biar lo bisa fokus belajar kalau sama gue. Kata bu Marni kalau lo duduk sama Adrian lo selalu berisik."

Alis Rion terangkat sebelah. "Lo duduk sama Nasya aja di depan. Nanti ada pelajaran bu Marni, jadi gue yang bakalan bilang sama bu Marni."

"Eungh, oke. Maaf ganggu."

Rion menatap tas berwarna hijau yang sudah berjalan ke depan ke arah Nasya-- teman sekelasnya. Rion menghela nafas panjang sambil memegang dadanya. "Gak mungkin."

***

"Yon."

"Apa kampret?"

"Cewek di depan siapa? Cantik njir, bisa kayaknya gue gebet."

"Gak bakalan mau dia sama model bulukan kayak lo."

Adrian mendelik. "Ya udah, gue sama Letta aja."

Rion mengangguk-anggukkan kepalanya. "Boleh. Lo mau tulang lo patah berapa? Satu? Dua? Atau tiga? Baik nih gue kasih tawaran dulu biar kalau yayah yang ngehajar lo gue bisa kasih tau."

Adrian meneguk ludahnya kasar. "Bangsat, ngebayanginnya dah merinding."

"Makannya jangan main-main sama adek gue, adek gue gak boleh sama orang bulukan kayak lo."

"Astaghfirullah Arion, lo ngomong nyelekit amat. Gue kurang apa?" Adrian menaikkan lengan bajunya. "Lihat nih, otot gue ada. Mobil, motor? Jelas ada. Rasa sayang? Belah dada gue, pasti tercetak nanti tulisan Letta. Sabuk di karate? Ada, ya walaupun gue masih di bawah lo-- cuma satu tingkat ya, jangan lupa lo! Muay Thai? Jelas bisa. Apa yang kurang?"

The Story of BERI [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang