26

2.5K 384 32
                                        

Bella terbangun saat merasakan usapan lembut di pipinya. Ah, sepertinya ia beneran akan sakit karena sekarang kepalanya rasanya seperti berputar. Senyum manis pemuda yang tengah mengelus pipinya langsung terlihat saat ia membuka matanya.

"Bangun sayang, udah mau magrib."

Emm sebentar, tadi apa Rion kata? Sayang? Aih, jantungnya saja belum aman karena perlakuan pemuda itu semalam sekarang malah tambah lagi. Bella memijat pelipisnya, tambah berputar bumi ini rasanya.

Rion menggeser tangan Bella, sekarang ganti tangannya yang memijat pelipis gadis itu. "Pusing ya?"

Bella hanya mengangguk. Ia memejamkan matanya, pijatan Rion begitu lembut. Rion menidurkan kepalanya, menatap wajah Bella dari samping. Posisinya yang tiduran miring membuatnya dengan leluasa menatap Bella. "Jangan sakit dong, gue gak bakalan bisa ngapa-ngapain kalau lo sakit."

'Gue sakit karena lo setan!' Umpatan itu hanya bisa diucapkan Bella di dalam hati. Ia menatap lampu kamar Rion yang tergantung di atas sana. Mengapa perasaan menjadi gampang baper kalau mengangkut segala hal yang dilakukan pemuda itu? Ini salah, seharusnya ini tidak terjadi!

"Belbel lagi banyak pikiran ya? Kok gue ajak ngomong dari tadi diem aja."

"Gue pusing, Yon."

Rion menghembuskan nafas kasar. Dengan pergerakan lembut ia menaikkan kepalanya, mengecup pelipis Bella lama.

Bella memejamkan matanya, apa lagi ini? Jangan bilang pipinya memerah lagi! Lagian kenapa pemuda ini jadi hobi mencium sih? Bella tidak tega mendorong tubuh itu, apalagi kecupan Rion terasa menenangkan.

Rion melepas bibirnya dari dahi Bella. Berbisik tepat di depan wajah Bella. "Obatnya udah di kasih loh, masih sakit?"

Bella dengan perlahan membuka matanya. Mata coklat Rion langsung menyambutnya. "Kenapa nyium?" Kata-kata itu terlontar begitu saja dari bibir Bella.

Rion mengangkat sebelah alisnya. "Kan itu obatnya kalau lo pusing. Dari kecil kalau udah gue cium kan bakalan ilang pusingnya."

Bella menggigit bibirnya sambil menggerakkan matanya agar tidak menatap netra coklat menenangkan itu, benar juga. Mereka pasti akan melakukan seperti itu kalau salah satu diantara mereka sakit kepala.

"Lo kenapa sih, Belbel?" Rion bangun dari tidurnya. Ia duduk dan menatap Bella yang masih belum mau menatapnya. "Gue ada salah sama lo?"

"Emm--"

"Ah, gue tau. Kesalahan gue besar untuk kali ini." Rion menundukkan kepalanya. "Maaf untuk kejadian semalam. Gue gak tau kenapa gue bisa lepas kontrol sama lo. Pikiran gue waktu itu benar-benar cuma pengenin lo. Tapi, pengenin lo jadi pasangan gue, bukan sahabat gue. I don't know what happen, Bell. Maafin gue."

Bella mendudukkan dirinya, ia bersandar di kepala ranjang. Menatap Rion yang tengah menundukkan kepalanya. "Yon ... gue gak masalah semalem, gue beneran lagi pusing aja makannya gue gak banyak omong."

Rion menggeleng. "Gue kenal lo bukan setahun, dua tahun, Bell, gue kenal lo 18 tahun. 18 tahun gue hidup selalu sama lo. Gue tau kapan lo bohong, kapan lo sakit, kapan lo banyak pikiran. Lo gak bisa bohongin gue gitu aja. Gue tau, gue keterlaluan semalem, tapi itu di luar kendali gue, Bell."

Bella menghembuskan nafas panjang, apa segitu terlihatnya? "Yon, gue gak papa. Mungkin gue cuma syok aja semalem. Lo tau gue gak pernah ngelakuin hal itu. Emm, maksud gue hampir ngelakuin kiss kayak semalem. Jadi, kayak gue belum siap lagi ketemu sama lo yang semalem hampir nyium gue, makannya gue diem."

Rion mendongak. "Gue keterlaluan, ya?" Rion menjauh, ia berdiri dan menatap Bella. "Kalau memang lo masih ngerasa gitu, lo boleh di sini dulu, gue aja yang keluar. Gue tau kelakuan gue semalem keterlaluan. Apalagi habis gue hampir ngerebut ciuman lo, gue tinggalin lo gitu aja tanpa pamit. Gue keluar dulu ya, Belbel. Bobok aja di sini, gue bobok di bawah nanti. Gue ambilin baju di rumah lo, pasti lo gak enak pake baju itu terus. Istirahat, jangan sakit, gue khawatir."

The Story of BERI [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang