40

2.6K 394 176
                                    

Rion mengumpati orang-orang yang menghalangi jalannya. "Bangsat, bangsat, bangsat, gimana gue bisa kecolongan kayak gini?!"

Sedari tadi kata-kata itu saja yang keluar dari mulutnya. Melihat sahabatnya tergeletak di atas kasur dengan selimut yang menutup hanya sampai dadanya dan bahu yang terekspos membuat emosi Rion memuncak.

Bella tidak mungkin melakukan itu. Hanya itu yang bisa ia pikirkan. Karena melihat dari chat yang di tulis nomer tidak di kenal tadi Rion tau gadis itu pasti di jebak!

Gue masih berniat baik untuk belum ngapa-ngapain si cantik ini. Datang secepatnya atau lo bakal tau apa yang gue lakuin sama orang yang lo sayangi ini. Tenang, gue cuma ngintip sama sentuh dikit, belum sampe intinya. Dia gue kasih obat tidur. Dan kalau sampe obat tidurnya dah habis terus lo belum sampai sini, lo bakalan tau akibatnya Arion yang terhormat.

Pesan itu terus terngiang di kepalanya. Ngintip dan sentuh?! Dengan santainya dia mengetik seperti itu!

"Bangsat!" umpatan itu terucap lagi saat ia hampir saja menabrak pesepeda motor yang tiba-tiba berbelok begitu saja.

"Bell, lo jangan bangun dulu. Please kali ini lo tidur lama gak papa, tunggu gue, Bella."

Rion mengedipkan matanya setelah mengatakan itu. Air matanya menetes hingga menghalangi pemandangannya. Rasa basah di pipinya membuatnya tambah mempercepat motornya. Rasa bersalah jelas besar, apalagi saat melihat Bintang yang tiba-tiba tadi langsung memegangi dadanya. Rion menjaga Bella dengan ekstra selama ini bukan hanya untuk keselamatan gadis itu, tetapi untuk kesehatan Bintang. Bintang memiliki riwayat penyakit jantung yang kapan saja bisa menyerang papa sahabatnya itu.

"Bella," gumaman dengan nada geram itu keluar dari mulut Rion. Ia kesal dengan dirinya, tetapi ia juga kesal dengan gadis itu.

Rion memarkirkan dengan asal motornya di parkiran. Ia berlari tanpa melepas terlebih dahulu helm nya.

"Kunci kamar 510."

Resepsionis yang masih kaget itu mengerjap. "Maaf, tidak bisa."

Rion berdecak, ia membuka helm nya yang membuat resepsionis itu membelalak. "Bentar, tuan."

Mata Rion mengelilingi hotel ini. Pengiriman pesan itu tidak meneliti Rion terlebih dahulu. Hotel ini milik keluarganya, tidak mungkin ia meminta kunci tidak di perbolehkan.

Dering ponsel Rion membuat Rion dengan terpaksa mengangkat panggilan itu. "Apa yah?"

"Bella di cabang mana? Nomer kamar? Yayah otw ini."

"Di cabang Barat, no 510. Nanti, tunggu abang ngehabisin yang ngirim pesan itu dulu."

"Yayah bakalan jaga-jaga di ruang CCTV, kalau memang gak memungkinkan baru yayah bakalan nelpon polisi. Yayah bolehin kamu, kerahin seluruh tenaga kamu."

Rion menerima kunci yang di berikan resepsionis. Ia berlari dan meletakkan ponsel nya di antara bahu dan kepalanya. "Iya, abang dah naik. Dah dulu."

Rion dengan berlari mencari kamar nomer 510 saat lift sudah terbuka. Ia dengan cepat membuka kunci dan ....

Brakk!!!

***

Mata dengan iris coklat itu mengerjap. Kepala Bella terasa pusing. Saat pandangannya sudah mulai jelas, Bella langsung terduduk dan menatap sekitar. Ia jelas tau, ini kamar hotel!

Bella menunduk menatap tubuhnya. Tidak mungkin, ini tidak mungkin! Bella meremas selimutnya, ia dengan panik melilitkan selimut putih itu ke tubuhnya.

The Story of BERI [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang