"Yon ...."
Rion menghentikan gerakan menyuap makanan ke mulutnya. "Iya? Kenapa cantik?"
"Aku pengen kamu jujur di manapun kamu berada."
Rion menggaruk tengkuknya. "Maksudnya?"
"Iya, jujur, kalau misalnya di rumah kak Bella bilang aja, kalau misalnya lagi di luar bilang aja. Aku gak bakalan marah juga kok."
"Kamu kenapa?"
Ara menjauhkan piring nasi goreng dari hadapannya. "Emm, semalem aku ke rumah kamu, niatnya sih mau ngasih kue buatan mama mumpung mama di rumah."
Rion meneguk ludahnya, perasaannya mulai tidak enak. Apakah Ara tau semalam ia tidak di rumah melainkan di rumah Bella? "Terus?"
"Aku liat dari samping kamar kamu lampunya mati, akhirnya gak jadi aku pencet bel. Terus aku liat ke kamarnya kak Bella yang pas di depan kamu eh ada kak Bella di balkonnya." Ara menatap Rion sambil tersenyum tipis. "Dan kamu."
"Ra ... ka-"
"Hustt, diem, aku belum selesai. Akhirnya aku coba telpon kamu itu lah, eh kamu bilangnya di kamar padahal jelas-jelas kamu sama kak Bella. Aku gak papa loh Yon kamu main sama kak Bella. Kamu tiap hari di rumah kak Bella aku gak papa, sumpah, tapi jangan bohongin aku gini."
"Ra, aku ngomong gitu karena gak enak sama kamu. Waktu kamu nelpon di hari sebelumnya aku selalu jawab di rumah Belbel kan? Makannya aku jadi gak enak kalau semalem aku ngomong di rumah Belbel lagi."
"Raga kamu memang lagi telponan sama aku, tapi hati kamu masih sama kak Bella."
Dahi Rion mengerut. "Hati apa sih, Ra?"
"Kamu kira aku gak tau kamu sempet-sempetnya nyubit pipi kak Bella, kamu tiduran di pangkuan dia kan?"
Rion menatap sekitar, sudah banyak murid yang memperhatikan mereka. Ia menghela nafas panjang, tangannya mengacak-acak rambut Ara. "Nanti kita omongin lagi, gak enak di sini di liatin sama anak-anak. Mumpung aku bawa mobil, nanti kita selesaiin di dalem mobil. Oke, cantik?"
Ara menghela kasar. "Terserah."
Rion merangkul bahu Ara, membawa kepala itu bersandar di pundaknya. Tangannya mengelus rambut hitam Ara. "Jangan marah cantiknya Yon, nanti cantiknya luntur. Sekarang mamam dulu ya? Nanti sakit."
Ara menggeleng. "Gak napsu."
"Mau punya ku?"
Ara menggeleng lagi. "Engga, aku dah kenyang."
"Mau di beliin jus aja? Kamu baru makan dikit loh."
"Ih, berisik! Terserah kamu deh."
Rion tertawa kecil. "Nanti aja deh Yon beliin coklat lagi biar mood cantiknya Yon ini gak berkurang."
Ara mendongak. "Kamu mau buat aku diabetes kamu beliin aku coklat mulu?"
Rion mencubit hidung Ara. "Terus si cantik ini mau apa? Mau tas?"
"Gak! Gak! Entar aku di cap matre sama keluarga kamu."
"Lah, duit-duit aku kok."
"No Rion, gak mau aku. Mending kamu jajanin aku aja, lima puluh atau seratus ribu udah buat aku seneng. Kamu beliin aku tas, aku yang gak enak sampe sekarang."
"Ya udah entar pulang sekolah jajan dulu."
"Kamu nyogok aku ya?"
"Nyogok apalagi, ayang?"
"Tadi kan masalahnya belum selesai kamu udah ngajak aku jajan aja."
Rion tertawa gemas melihat tingkah Ara. Bibir yang di kerucutkan dan pipi yang di gembungkan membuat gadis itu semakin lucu. "Kan aku cuma mau nyairin suasana doang. Tenang, nanti pulang sekolah kita bahas lagi kok."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of BERI [Selesai]
Teen FictionMengenal sang tetangga sedari ia kecil membuat kehidupan Arion tidak pernah lepas dari seorang Arabella. Begitu juga dengan kehidupan gadis itu, bayang-bayang Rion dari hidup Bella tidak pernah hilang. "Belbel pendek! Dulu ngejek gue pendek dari pa...