36

2.4K 421 167
                                    

Rion menggosok bibirnya dengan kasar, bahkan ia sudah mengolesi bibirnya dengan sabun, lalu di olesi lagi dengan pasta gigi, setelah itu masih ia olesi lagi dengan sabun. Tidak ia sangka, Ara dengan cepat mencuri ciuman pertamanya.

Rion menatap pantulan dirinya di cermin. Tangannya meremas pinggiran wastafel. Matanya memerah. Katakan Rion cengeng, katakan Rion alay, tapi ia tidak mau ciuman pertamanya diambil dengan tidak bersahabat seperti ini. Ia ingin ciuman pertamanya di ambil dengan orang yang ia sayang. Baginya, ciuman pertama itu berharga. Walaupun ia lelaki, tapi tetap saja itu sesuatu yang berharga.

"Abang! Abang ngapain?"

Mendengar suara Dyba membuat air mata Rion menetes. Ia sudah melanggar perkataan buna nya. "Ara bangsat," umpatnya dengan semakin mengeratkan jarinya di pinggiran wastafel.

"Abang! Jangan buat buna panik!"

Rion menghela nafas panjang, ia mengadahkan kepalanya. Ia menghapus air mata yang ada di pipinya sebelum membuka pintu. Saat pintu kamar mandi sudah terbuka, ia langsung memeluk Dyba yang tepat berada di depannya.

"Buna ... maaf. Maaf kali ini abang ngelanggar perkataan buna lagi."

Dyba menepuk-nepuk punggung Rion. "Kamu kenapa?"

"Ab- abang nampar Ara, buna."

Isakan Rion membuat mata Dyba membulat. Putranya menangis? Dyba mengelus dengan lembut punggung dan naik ke rambut Rion. "Pasti abang ada alasan ngelakuinnya kan? Buna gak bakalan marah kalau abang ada alasannya. Apa alasannya, sayang?"

"Ara ngambil first kiss abang."

Dan keterkejutan Dyba bertambah. "Udah, jangan nangis lagi. Kalau itu alasannya gak papa, buna dukung malahan."

"Maaf ...."

"Gak papa, sayang."

Dyba dengan perlahan melepas tubuh Rion dari pelukannya. Saat ia menatap wajah putranya, ia membulatkan matanya. "Bibir abang, abang apain?"

"Abang gosok-gosok terus. Terus abang olesin sabun, odol, terus sabun. Abang gak mau bibir abang bekas dia, na. Dia bangsat, dia bukan cewek."

Dyba menarik Rion untuk duduk di pinggir ranjang Rion. "Jangan kamu jilat bibirnya, itu berdarah, abang! Astaghfirullah. Tunggu, buna mau ambilin es batu dulu."

Rion hanya mengangguk. Ia menunduk, Ara benar-benar membuat emosinya naik. Tangannya mengepal mengingat apa yang di ucapkan Ara setelah ia menampar gadis itu tadi.

Flashback on ....

"Bangsat! Murahan!"

Ara tertawa sambil memegangi pipinya yang terasa panas. "Kamu bilang aku murahan? Lebih murah mana aku atau sahabat kamu yang jadi parasit di hubungan kita?"

Tangan Rion terulur ke rambut Ara, mengambil beberapa helai rambut dan sedikit menjambak rambut itu. "Lebih murah lo. Dan jangan lo bilang Bella parasit, lo yang parasit. Kalau lo gak datang ke kehidupan gue, persahabatan gue sama dia gak bakalan hancur."

"Salah kamu kenapa nembak aku."

"Masih mending lo di kasih Tuhan jadi cewek, kalau lo jadi cowok udah gue pastiin liang lahar lo bakalan terisi sama tubuh lo," ucap Rion dan semakin menambah jambakannya di rambut Ara.

"Emang kalau cewek kenapa? Gak berani?"

"Gue ngatain lo aja dah cukup."

Rion melepas jambakannya. Ia membalikkan tubuhnya dan mulai pergi dari depan Ara.

The Story of BERI [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang