Buliran bening itu terjatuh di atas kertas yang tengah Rion pegang. Setelah Bella pergi, Rion langsung mengecek kemeja Bella yang ada di walk in closet nya dan setelah menemukan kertas itu Rion terduduk lemah di depan lemarinya. "Maaf ...."
Rion tau Bella, gadis itu paling susah untuk bersama lagi kalau masalahnya melukai perasaan gadis itu. Apalagi Bella yang menangis dengan tersenyum membuat Rion sadar, perbuatannya benar-benar membuat gadis itu kecewa.
Rion menjambak rambutnya sendiri. "Rion goblok!" Kata itu terucap beberapa kali sambil Rion terus menjambak rambutnya.
Rion meremas kertas yang ada di tangannya. Seharusnya ia tadi tidak kekanakan seperti ini. Seharusnya ia tidak membaca chat Delvi. Seharusnya ia tadi tidak berbohong kepada Bella. Seharusnya, seharusnya, dan banyak seharusnya yang ada di kepala Rion. Rion memegangi dadanya, sesak rasanya.
Rion menatap pantulan dirinya di kaca yang berada di depannya. Ia menggeleng sambil tersenyum tipis. "Goblok! Bangsat! Buat Bella nangis gak pernah ada di kamus lo, tapi kenapa sekarang lo malah buat dia sekecewa ini?"
Rion berdiri, tangannya mengepal. Ia memukul kaca yang ada di depannya dengan berulang kali hingga retakan terlihat di kaca itu.
"Anjing! Arion kenapa lo goblok?! Bella nangis gara-gara lo! Pikiran lo ke mana sampe buat cewek gak bersalah kayak Bella kecewa!"
Dan retakan itu sudah berubah menjadi pecahan kaca yang sekarang bahkan pecahan itu sudah terjatuh ke atas lantai. Rion meremas satu pecahan kaca yang ada di tangannya, perih, tapi ia tau hati Bella lebih perih dari pada ini. Rion keluar kamar, ia menghampiri meja belajarnya dan langsung membanting seluruh barang yang ada di atas meja itu.
"Bangsat! Lo cowok bangsat yang buat cewek gak bersalah nangis, Arion! Pikiran lo terlalu buruk sama Bella. Bella baik-baik gak mungkin mau main di belakang lo! Lo pun kenapa ngeladenin cewek lain yang bahkan cewek lo lebih sempurna."
Dan lampu tidur menjadi benda terakhir yang Rion hancurkan. Rion terduduk lemah di bawah ranjang, ia meremas selimut abu-abu nya hingga selimut yang bersih itu menjadi berwarna merah karena darah.
"Belbel ... maafin Yon," gumam Rion sambil meremas seprei dengan kencang.
Saat melihat pecahan lampu tidur yang masih besar Rion mengambil itu dan melemparkan nya ke pintu balkon. Dan suara gaduh itu membuat gadis yang baru saja pulang dengan seragam putih birunya langsung membuka pintu kamar Rion.
"Ab- abang ...."
Rion menoleh ke pintu, ia tersenyum tipis melihat adiknya di sana. "Dah pulang? Jangan deketin cowok brengsek ini ya Letta, nanti yang ada kamu di buat nangis juga."
Letta menjatuhkan tas nya ke lantai saat ia melihat warna merah di selimut yang Rion jatuhkan ke lantai. Ia berlari ke Rion dan menepuk pipi Rion. "Abang sadar!"
Rion terkekeh, ia mengambil tangan Letta dan menggenggam tangan itu dengan tangannya yang berdarah. "Di bilangin jangan deketin abang. Abang udah nyakitin bidadari abang, bukan nyakitin tapi level yang lebih tinggi dari nyakitin, yaitu ngecewain bidadarinya abang. Abang gak mau abang masih emosi gini kamu di sini, kamu nanti nangis kalau abang gak ngontrol emosi terus bentak kamu."
Letta menggelengkan kepalanya. Tangan satunya yang tidak di genggam Rion di arahkan gadis itu ke pipi Rion. Mengusap air mata yang ada di sana. Letta paham, pengaruh kak Bella nya sangat besar terhadap abangnya ini. "Abang ...."
Panggilan dengan nada lembut itu membuat air mata Rion terjatuh kembali. Rion menarik tubuh Letta ke atas pangkuannya dan memeluk tubuh adiknya dengan erat. "Dek ... abang brengsek."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of BERI [Selesai]
Teen FictionMengenal sang tetangga sedari ia kecil membuat kehidupan Arion tidak pernah lepas dari seorang Arabella. Begitu juga dengan kehidupan gadis itu, bayang-bayang Rion dari hidup Bella tidak pernah hilang. "Belbel pendek! Dulu ngejek gue pendek dari pa...