2. KANAYA LISHABIL AZZATA.

48.1K 2.1K 16
                                    

Kanaya Lishabil Azzata, gadis dengan perawakan mungil, mata bulat dengan kulit yang tergolong putih. Empat bulan lagi, Kanaya berulang tahun yang ke tujuh belas.

Kanaya suka mendengar musik, tapi tidak terlalu pandai bernyanyi, ia pandai dalam hal menari.

Jemari lentik nya bergerak lincah di atas papan keyboard. Satu lagi, Kanaya suka menulis. Saat ini, dia sedang mengetik sesuatu yang selalu membuatnya lega. Sesekali menyeruput minuman yang terletak di samping tangannya, kedua telinganya tertutup oleh headphone. Sempurna, Kanaya sangat suka dengan keadaan seperti ini.

Bahkan, Kanaya tak mendengar teriakan bi Nur saking fokusnya dengan layar laptop dan musik.

Kanaya menoleh dan membuka headphone yang ia kenakan, lalu menyempitkannya di leher.

"Kenapa, bi?"

"Ini obatnya, non" Kanaya mengangguk, ia sedikit pilek setelah pulang tadi, mungkin efek main hujan.

Setelah menelan obat yang pahit itu, Kanaya menengok ke arah jendela karena mendengar suara klakson mobil. Gadis itu tersenyum, itu mobil papa nya.

Dengan langkah cepat, Kanaya menuruni tangga, senyumnya semakin merekah saat melihat wajah lelah ayahnya. Jarang sekali Gito berada di rumah, tapi sudah beberapa hari ini pria itu selalu pulang ke rumah.

"Papa" panggil Kanaya ceria.

"Hai, sayang" Kanaya bernapas lega, sepertinya sang ayah sedang memiliki mood yang baik.

Kanaya berlari memeluk sosok tegap itu dengan erat.

"Aya, manja banget, sih."

"Ih, papa! Aya, kan kangen sama papa" rengek Kanaya tak terima.

Gito membawa Kanaya duduk di kursi ruang tengah, bi Nur yang melihat itu tanpa sadar mengulas senyum. Sangat bahagia rsanya melihat pemandangan langka seperti ini.

"Papa capek? Aya pijitin, ya?" Tawar Kanaya, Gito ngiyakan.

Kanaya mulai memijat pundak Ayahnya, bisakah Kanaya terus merasa seperti ini setiap hari? Dia ingin sekali dimanja dan di sayang seperti ini.

"Aduh, anak papa udah cocok jadi tukang pijit, nih" celetuk Gito menikmati relaksasi pada pundaknya yang memang terasa berat.

"Enak, aja" Kanaya memajukan bibirnya.

"Andai aja mama kamu yang mijitin papa" tatapan Gito menerawang, seolah mengingat kembali masa lalunya.

"Pa..." Tegur Kanaya, dia tidak mau memulai pertengkaran lagi. Dirinya baru beberapa menit menerima perlakuan lembut dari sang papa.

Gito terkekeh, lalu mengecup puncak kepala Kanaya dengan lembut, "Aya harus jadi wanita yang baik, oke?"

"Oke, papa" hari ini, Kanaya merasa sangat-sangat bahagia. Bibirnya terus menerbitkan lengkungan indah, bercengkrama dengan orang tua sendiri, seperti mimpi bagi Kanaya. Untuk beberapa saat, Kanaya ingin waktu berhenti, dia ingin merasakan kasih sayang ini lebih lama lagi.

Sekuat mungkin Kanya menghindari pembahasan tentang Indy, mamanya. Emosi Gito selalu tidak stabil jika membahas wanita itu. Kanaya juga rindu dengan Indy, sekarang saja, dia tidak tahu dimana keberadaan mama nya. Satu bulan yang lalu, Indy pergi dari rumah ini dengan dalih urusan pekerjaan di luar kota. Tapi sampai saat ini, Kanaya tidak mendapat kabar secuil pun dari Indy.

Dalam satu tahun, keberadaan Indy dan Gito di rumah ini bahkan bisa di hitung jari. Keduanya seolah tidak ingat jika punya rumah untuk berpulang setelah lelah bekerja.

Bisa di bilang, Kanaya adalah gadis yang haus kasih sayang orang tua.

***

Suasana danau saat ini cukup ramai, mungkin karena hari sabtu, banyak pasangan yang pergi ke sini. Kanaya pergi ke sini untuk menemani Gisya, sepupunya. Gadis itu baru saja putus, katanya. Dia meminta Kanaya untuk menemaninya mengobati hati yang patah.

Kurang lebih satu jam Kanaya mendengar isak tangis Gisya. Ingin mengumpat, tapi kasihan. Bagaimana jika Gisya semakin sakit hati dan menceburkan diri ke danau ini?

"Udahlah, Ca. Katanya lo nggak cinta sama dia, kok galau sampe segininya, sih" kesal Kanaya.

"Nay, lo tau nggak sih" ujarnya tiba-tiba bersemangat.

"Gue kan, pernah suka sama cowok, tapi itu cowok nggak suka balik ke gue. Nah, pas dia tau gue suka sama dia, dia ngejauhin gue, dong. Terus kemarin, gue ketemu sama dia, eh dia masih ngehindarin gue. padahal, kan, gue udah nggak suka lagi sama dia. Masih aja kepedean" curhatnya.

"Nah, itu aja. Lo kejar lagi aja, gih. Buktiin sama mantan lo kalo lo nggak galau" balas Kanaya. Setahunya, Gisya tidak pernah menyukai cowok yang tidak ganteng.

Selera Gisya benar-benar tinggi, jujur saja Gisya dan Kanaya memang memandang fisik, karena mereka merasa pantas jika bersanding dengan cowok ganteng sekalipun. Toh, wajah mereka cukup cantik.

Munafik jika mereka mengatakan menerima apa adanya, nyatanya Kanaya dan Gisya juga ingin punya pacar yang ganteng!

Kanaya berdecak saat tangisan Gisya tadi kini berubah menjadi ocehan tak jelas. Niat Kanaya ke sini, kan, ingin menenangkan diri. Tapi malah jadi menenangkan Gisya.

"Udahlah, ayok balik" Kanaya menyeret Gisya yang masih saja duduk seraya mengoceh.

"Kan masih sore."

"Gue mau tidur" sergah Kanaya cepat.

***

"Itu bukannya Aruna?" Gumam Kanaya. Dia bisa melihat dua orang laki-laki mengikuti Una, sepertinya gadis itu tidak sadar jika dia sedang di buntuti.

Kanaya melotot saat salah satu dari pria itu mengeluarkan pisau lipat dari saku celana nya, secepat mungkin Kanaya berlari, tak mengindahkan Gisya yang meneriakkan namanya m, lalu menendang punggung pria itu hingga pisau yang dipengangnya terlempar jauh.

Kanaya menarik tangan Una dengan kuat agar mengikuti langkahnya, Una yang merasa kaget hanya ikut berlari mengikuti orang yang menarik tangannya.

Tubuh Una masuk ke dalam sebuah mobil berwarna merah kerika orang itu mendorongnya dengan tergesa-gesa.

"Jalan, Ca. Cepet" desak Kanaha panik, Jihan langsung memacu moblinya dengan kecepatan penuh.

"Ken-- Kanaya?" Ujar Aruna sedikit kaget.

"Ngapain lo narik-narik gue?"

Kanaya masih sibuk menetralkan napas yang tersenggal-senggal.

"Kenapa, sih?" Tanya Aruna masih bingung.

"Lo hampir di begal sama orang-orang tadi. Mereka bawa pisau lipat" tentu saja Aruna merasa terkejut, astaga dirinya hampir mati?

"Laik kali kalo pergi sendiri jangan pake perhiasan yang mencolok" saran Kanaya tanpa menatap Aruna.

"Makasih!" Ucap Aruna sedikit ketus, walaupun sering bertengkar, Aruna masih di ajarkan untuk berterima kasih oleh orang tuanya.

Walaupun Kanaya sangat menyebalkan baginya, tetap saja gadis itu yang menolongnya tadi.

Begitulah Kanaya, sosok yang sangat peduli. Kanaya paling tidak suka melihat kekerasan, itu sebabnya Kanaya sekalu menolong siapapun yang mengalami tindak kekerasan. Walaupun tidak terlalu parah, sama halnya seperti Leona kemarin.

Gisya tidak satu sekolah dengannya, sebab itu Kanaya jadi tidak memiliki teman dekat sekali di sekolah. Padahal Kanaya selalu berinteraksi seperti mereka pada umumnya jika memang ada yang mengajaknya bertegur sapa.

Tetapi, yang Kanaya rasakan sepertinya hanya murid laki-laki yang selalu memulai pembicaraan dengannya. Jangan salah, meskipun tidak satu sekolah, tapi Gisya tau banyak tentang Kanaya di sekolah, begitu juga dengan Aruna. Gisya mengenali gadis itu karena sering bertemu jika dia berkunjung ke GHS.

"Kalian bukannya musuhan..." Gumam Gisya bingung.




***
Jum'at 11 Juni 2021.


AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang