34. SALAH PAHAM.

21.7K 1K 25
                                    

"Nay, gue mau ke kafe dulu bentar, belom makan gapapa kan?"

"Hah?"

"Ke kafe dulu."

"Kafe? Oh, iyaa, gapapa."

Keduanya turun di kafe Asmaraa, Kanaya melihat sekeliling.

"Hoi! Malah ngelamun, masuk" tegur Haikal, lalu menarik Kanaya untuk duduk di salah satu kursi yang ada di sana.

Keduanya duduk berseberangan sambil menunggu makanan yang di pesan Haikal.

"Kenapa ngga di bungkus aja makanannya?" Tanya Kanaya.

"Enakan makan di sini, kenapa? Lo mau langsung pulang aja?"

"Eh-- nggak kok. Gue cuma takut Aksara nyariin, soalnya gue belum kasih kabar lagi, ponsel gue mati."

"Nay, btw tadi gue denger lo bilang Aksara ada urusan sama anak basket?"

Kanaya mengangguk mengiyakan.

"Tapi kok Gue ngga tau kalo mereka mau ngumpul. Setau gue hari ini nggak ada bahasan apa-apa, kok" ujar Haikal merasa aneh.

"Nggak ada?" Tanya Kanaya memastikan.

"Heem."

Lalu, kemana perginya Aksara sampai jam segini?

Pertanyaan itu terngiang di kepalanya, Aksara tidak mengabarinya lagi, bahkan ingkar janji.

Degg

Tak sengaja netra hitamnya menangkap seseorang yang sedang berpelukan-- tidak, hanya sang perempuan yang memeluk, Aksara tidak membalasnya.

Ada apa ini? Kenapa hati Kanaya terasa sakit? Jadi Aksara membohonginya?

Aksara pergi bukan untuk bertemu dengan temannya, melainkan perempuan lain?

Ah tidak, Kanaya tidak boleh berfikiran negatif, ia harus memastikannya dulu kepada Aksara. Kanaya tidak mau salah paham.

Kedua bola mata Kanaya terus memperhatikan pergerakan keduanya dengan mata yang memanas.

Aish, kenapa ia malah ingin menangis melihatnya?

Terakhir, Kanaya melihat Aksara mengusap rambut perempuan itu sebelum akhirnya mereka berdua meninggalkan kafe.

Sayangnya, Kanaya tidak dapat melihat wajah perempuan tadi. Yang pasti, sepertinya perempuan itu masih sebaya dengannya.

Haikal melambaikan tangannya di hadapan Kanaya membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.

"Mikirin apa, lo?"

"Hm? Nggak, kok."

***

"Makasih ya, Kal" Haikal membunyikan klakson sebagai tanda pamit, Kanaya membalasnya dengan lambaian tangan

Baru saja membuka gerbang, kedua alis Kanaya menyatu, Aksara sudah pulang? Ia mengecek ponselnya takut-takut ada panggilan tak terjawab dari cowok itu.

Tidak ada. Aksara tidak menelepon ataupun mengirimkan pesan padanya.

Apa Aksara lupa ya, jika tadi Kanaya masih di taman? Apa Aksara tidak mencarinya?

Cklek.

Kanaya memutar knop pintu, dan yang pertama ia lihat adalah wajah Aksara yang berkeringat tengah menyandar pada sandaran kursi dengan keringat yang mengalir di dahi dan lehernya.

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang