5. BUNUH DIRI.

32.3K 1.6K 6
                                    

Kanaya memegangi pipinya yang terasa panas dan perih.

Lagi, Indy baru saja melayangkan tangannya pada wajah Kanaya, setetes cairan bening meluncur bebas di pipi gadis itu.

Entah karena menahan perih yang menjalar di pipi, atau mungkin menahan rasa sakit hatinya yang terasa remuk redam saat ini.

"Anak nggak tau diri!" Bentak Indy keras, lalu menendang kaki kiri gadis itu hingga membuatnya terduduk meringis.

"Aku nggak mau, ma! Kalau mama sama papa nggak mau ngurusin aku, nggak apa-apa. Tinggalin aja aku, tapi jangan buat aku merasa di jual orang tua sendiri, ma! Lebih baik aku hidup sendiri daripada sama kalian!" Teriak Kanaya sekeras-kerasnya. Berusaha meluapkan emosi yang terasa menghimpit dada nya hingga terasa sesak.

"Mama pergi aja, Aya bisa kok, ngurus diri sendiri" ujar Kanaya, pelan.

Kanaya bangkit, berusaha kuat. Dia bahkan merasa kepalanya berdenyut sakit.

"Terserah kamu! Dasar anak nggak tahu di untung!" Teriak Indy yang lagi-lagi membuat sayatan yang begitu pedih di hati Kanaya.

Setelah mengatakan hal menyakitkan itu, Indy pergi menaiki mobil entah dengan siapa.

Di dalam kamar, Kanaya menangis keras. Dia memukul-mukul pelan dada nya sendiri.

Kanaya meringis ketika melihat matanya yang terlihat bengkak, pipi yang memerah dan terasa sulit di gerakkan. Kakinya juga memar, Kanya melempar obat memar hingga memecahkan cermin tempat biasa dirinya berkaca.

Kanaya sudah muak dengan obat itu, hampir setiap hari benda itu menemaninya. Biar saja, luka memarnya ini dia biarkan tanpa di obati.

Gadis itu memandang baju yang dia kenakan, ada bercak darah, Kanaya meraba hidungnya.

Sial! Sepertinya ini efek suhu tubuhnya yang panas, dia menyeka darah itu menggunakan tisu yang ada di atas nakas. Kanaya menangis kembali, bahkan saat sakit seperti ini pun, dia tetap sendirian.

Tanpa sadar, gadis berbola mata coklat terang itu terlelap, tanpa mengganti bajunya yang terkena bercak darah.

***

Seperti hari-hari biasanya, GHS sangat ramai, apalagi di jam-jam pulang seperti ini.

Teman-teman Aksara, terutama Haikal dan juga Aldy sudah gelisah di tempat duduknya, karena melihat kelas lain sudah keluar, sedangkan mereka masih melanjutkan pelajaran.

Ingin protes, tapi belum siap depresi. Kalian harus tau, pak Umni tak akan segan-segan memberikan hukuman yang sangat sulit jika ada siswa yang membantahnya.

Jika di umpamakan, mereka sudah seperti duduk di kursi yang dipenuhi api.

"Pengen gue lempar aja itu cincin pak Umni yang gedenya naudzubilah itu ke palanya" geram Haikal, Liam selaku teman sebangkunya menjitak cowok itu, berusaha mengembalikan kewarasan Haikal yang sudah lama hilang.

"Penugasan kelompok jangan lupa di kerjakan" ujarnya tak terbantahkan.

"Baik pakkk!!" jawab mereka serentak.

Akhirnya setelah menunggu lebih dari lima belas menit selepas bel pulang berbunyi, pak Umni mengakhiri pelajaran juga.

Haikal meregangkan otot, lalu merangkul bahu Aksara, dengan gerakan cepat Aksara melepaskan rangkulan Haikal.

"Lo nggak mau ikut nongkrong, Sa?" Tanya Liam memastikan.

"Cupu lo, Sa. Nongkrongnya di kamar, mana sendirian lagi" celetuk Aldy sekenanya.

"Terus lo mau si kulkas nongkrong di kamar sama perawan, gitu?" Balas Haikal.

"Ya, nggak juga, sih. Bisa-bisa entar itu cewek pulang dengan keadaan tidak lengkap" jawab Aldy makin tak nyambung.

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang