20. TANPA JUDUL.

30.6K 1.5K 13
                                    

"Sa... Mau pulang."

"Aksaraaa."

"Ayo pulang."

"Gue udah sembuh, lho."

Kanaya mengerucutkan bibirnya sebal karena di acuhkan.

Dengan gerakan cepat, Kanaya membaringkan tubuhnya membelakangi Aksara lalu menarik selimut hingga sebatas dada.

Sedangkan Aksara hanya mengalihkan pandangannya sebentar dan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Kanaya, ia lalu memfokuskan diri lagi dengan benda pipih berwarna hitam itu.

Kanaya membuka mata lagi, lalu bangkit dengan kasar seraya mendorong tiang infusnya.

Perhatian Aksara teralihkan, dia mendekati Kanaya lalu mengambil alih tiang infus itu.

"Mau kemana?"

"Kamar mandi" ketus Kanaya.

"Ayok" Aksara mengikuti Kanaya di belakang gadis itu.

"Lo jangan ikut masuk!"

Aksara berhenti, lalu menjauhi pintu kamar mandi yang kini sudah tertutup rapat.

Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka.

"Sa.. berdarah lagi."

Kanaya menunjukkan selang infus yang terdapat darah milik gadis itu.

"Gue mau pulang, tangan gue sakit di tusukin terus pake jarum" rajuknya seperti anak kecil.

Dalam dua hari ini, sudah empat kali Kanaya di tusuk jarum suntik, karena setiap pergi ke kamar mandi, darah Kanaya pasti akan naik ke selang infus. Entah itu hanya sekedar buang air, ataupun mandi.

Aksara menghembuskan nafas pelan, tak paham kenapa dirinya bisa se-protective ini. Dirinya tidak mengizinkan Kanaya pulang dari rumah sakit, padahal gadis itu sudah sehat.

"Oke!" final Aksara pada akhirnya.

Cowok itu menuntun Kanaya menuju brankar lalu mengusap dahi gadis itu sebentar dan berlalu keluar ruang rawat Kanaya.



***



"Nggak!"

"Pake atau kita nggak pulang."

Dengan tatapan penuh permusuhan yang mengarah pada Aksara, akhirnya Kanaya mendudukan diri di kursi roda yang sudah di sediakan oleh suster.

Sedangkan di belakangnya, Aksara tersenyum puas dengan satu tas yang berisi pakaian di dalamnya yang ia sampirkan di bahu kanan.

"Gue nggak lumpuh, kalo lo lupa!" Ketus Kanaya.

"Ada yang bilang lo lumpuh?" Aksara menaikkan alisnya sebelah.

"Ya, makannya, ngapain harus pake kursi roda!"

"Masih untung gak gue dorong pake brankar" Kanaya hanya mendelik mendengar kalimat yang di lontarkan Aksara.

Aksara mengikuti suster yang tengah mendorong Kanaya menuju mobilnya, sulit membujuk Kanaya yang cukup keras kepala.

Cowok itu hanya berjalan dengan tenang, tak mengindahkan gerutuan Kanaya sepanjang jalan.

Setelah sampai di depan mobil, Kanaya hendak berdiri.

Namun tiba-tiba gadis itu memekik kaget kala tubuhnya terasa melayang.

Aksara menggendongnya dari kursi roda. Dengan santainya, cowok itu memasukkan Kanaya ke dalam kursi penumpang, lalu ikut duduk di samping gadis itu.

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang