24. PERANG DINGIN.

27.3K 1.3K 3
                                    

Setelah kejadian semalam, keduanya tampak seperti perang dingin. Tidak ada yang memulai pembicaraan terlebih dahulu. Bahkan, tadi malam mereka tidur dengan jarak yang cukup jauh, dan itu sukses membuat Aksara tidak tidur semalaman. Selain karena memikirkan ungkapan Kanaya, dia juga tidak memeluk gadis itu seperti biasanya, jadilah pagi ini dirinya merasa sangat mengantuk.

Aksara sebenarnya ingin bicara dengan Kanaya, tetapi melihat gadis itu yang diam saja, ia malah jadi negatif thinking.

Apa Kanaya nyesel bilang sayang sama gue? Batin Aksara resah.

Tanpa sadar manik mata Kanaya bertubrukan dengan manik matanya yang kini tengah menatap kosong ke arah Kanaya. Aksara seperti orang linglung.

Aksara takut jika gadis itu marah karena ia langsung melengos begitu saja semalam, atau lebih parahnya,
telah menyesal mengungkapkan rasa sayang gadks itu pada dirinya semalam. Ia jug tidak mengerti, perasaannya mengambang ketika itu terlontar dari mulut Kanaya. Ia merasa sedikit tidak nyaman entah apa sebabnya, dan... Ada juga rasa senang yang menyelinap di benaknya.

Di sisi lain, Kanaya tidak mengira respon yang diberikan Aksara seperti itu, ia merutuki dirinya sendiri karena dengan mudahnya mengucapkan kata-kata itu.

Tapi tenang saja, apa yang ia ucapkan semalam sepenuhnya kenyataan. Dirinya benar-benar sayang pada Aksara. Entah bagaimana bisa, tapi gadis itu selalu merasa aman dan nyaman saat bersama Aksara.

"Hampir jam 7" ucapan-- lebih tepatnya bisikan itu menyadarkan Aksara, tepat ketika gadis itu mendongak ke arahnya, Aksara mengangguk dan berdiri, lalu berjalan menuju mobil diikuti oleh Kanaya.

Di dalam mobil pun, keduanya masih saja diam, tidak ada suara selain bunyi kendaraan yang cukup lenggang. Sesekali Aksara melirik Kanaya yabg hanya diam membuat pola abstrak pada rok abu-nya.

***

"Gue ada latihan pulang sekolah, lo bisa pulang sendiri?"

Kedua tangan yang tengah memegang kenop pintu mobil itu mengambang lalu melihat ke arah laki-laki yang bersuara tadi.

"Gue bisa."

Setelahnya, Kanaya turun dari kendaraan dengan merk ternama yang berwarna hitam itu.

Aksara menghela nafas, lalu memijat dahi nya singkat, setelah mengambil tas gendong miliknya di kursi belakang, laki-laki yang menyandang status sebagai suami Kanaya itu turun dan berjalan santai menuju kelas.

Di dalam kelas pun, gadis dengan rambut hitam itu sama sekali tidak memandang bahkan melirik pun tidak ke arahnya. Tapi satu yang Aksara sadari, gadis yang mempunyai perawakan tinggi itu tidak seperti biasanya, seperti ada binar kesedihan dalam kedua manik berwarna coklat terang itu.

Aksara mengetahuinya, karena dirinya sendiri pun tidak akan mengelak jika ia memang sering memperhatikan Kanaya saat sedang beraktifitas, ataupun sedang tidur.

Wajah tampan milik Aksara berubah menajam kala Aldy menghampiri gadis yang tengah ia perhatikan.

Aldy memberikan sebotol isotonik dingin kepada Kanaya yang sedang membaca novel, gadis itu mendongak.

Kanaya melemparkan tatapan bertanya.

"Buat lo. Lo keliatan kurang semangat hari ini" jawab Aldy seolah paham dengan tatapan gadis itu.

Lawan bicara Aldy hanya mengangguk, lalu mengambil minuman itu dan meneguknya perlahan.

"Thanks" ucap Kanaya, setelah itu kembali melanjutkan bacaannya.

Tak lama setelahnya, Aldy menghampiri Aksara dan teman-temannya dengan wajah yang bisa dibilang sumringah.

Wajah Aksara berubah dingin, entah kenapa ia tidak menyukai interaksi Aldy dan istrinya tadi.

"Gercep juga si anjing" sambut Haikal meninju dada cowo itu pelan, Aldy tertawa dan balas menampar pipi sahabatnya cukup keras.

"Diem lo nyet" cegah Aldy ketika Haikal hendak kembali berbicara.

"Girang amat lo" ujar Liam ikut nimbrung, cowok itu melepas dasi yang melingkar di lehernya, lalu ia ikat ke kepala, obat sakit kepala katanya.

Sepertinya, Liam sudah mulai teracuni oleh Haikal.

"Napa lo Sa? Datar amat muka lo kek tembok Cina" Tanya Haikal bergurau.

Aldy menempeleng kepala cowok berambut ikal itu, "si bego. Emang begitu modelannya dari lahir."

Kemudian ketiga cowok itu tertawa, kecuali Aksara yang masih setia dengan kebungkamannya.

Sedetik kemudian, Aksara melengos pergi dengan tangan yang mengepal, penggilan dari teman-temannya tidak ia hiraukan.

Di tempatnya, Kanaya menyerinyit heran melihat Aksara yang tampak sedang emosi.

***

Hari sudah menjelang sore, sepasang suami istri itu masih saling diam, Kanaya berada di pinggir ranjang, menyibukkan diri dengan ponsel dan Aksara sedang duduk di kursi meja belajar, di hadapannya terdapat layar yang menyala.

Selama tiga puluh menit keduanya masih betah berada di posisi sepeti itu. Hingga akhirnya Kanaya menghampiri Aksara karena merasa tidak nyaman dengan suasana sunyi itu, ia juga heran dengan keterdiaman Aksara sejak pulang sekolah tadi. Cowok itu tampak lebih diam di bandingkan dengan tadi pagi.

"Aksa" panggil gadis berkaos hijau mint itu.

Yang di panggil tidak menyahut apalagi menoleh, membuat gadis itu menghela nafas pelan.

Ketika sudah berdiri di samping cowok beriris hitam itu, Kanaya sedikit berdehem untuk memulai pembicaraan.

Belum sempat berucap, ponselnya yang ada di saku celana berbunyi, Kanaya mengambil ponselnya untuk menerima panggilan.

Dengan gerakan cepat, Aksara menarik ponsel itu dari tangan Kanaya, lalu menekan tombol merah ketika melihat siapa yang menghubungi Kanaya.

"Jangan di jawab" ucapan bernada perintah itu terlontar dari mulut dingin Aksara.

"Kenapa?" Tanya Kanaya seraya merebut ponsel miliknya yang diletakkan di samping laptop milik cowok itu.

"Gue bilang jangan" tegasnya ketika Kanaya hendak menelepon balik.

"Ya kenapa jangan? Ini, kan, ponsel gue, privasi gue."

"Terserah."

Aksara menutup laptopnya dengan kasar, lalu berjalan ke tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya dengan lengan sebelah kanan yang menutupi kedua matanya.

Kanaya menghentikan langkahnya ketika merasakan getaran lagi di saku, lantas ia mengambil benda pipih itu dan menekan tombol hijau, lalu menempelkannya di telinga sebelah kanan.

Ia terus memperhatikan seseorang dengan kaki yang terbalut sandal berwarna abu itu  berjalan ke arah balkon dengan langkah ringan.

Tanpa di ketahui, Aksara tengah mengepalkan sebelah tangannya di bawah selimut mendengar sapaan yang terucap dari bibir ranum itu.

"Halo Aldy..."

***


Jum'at, 09 Juli 2021.



AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang