45. MASALAH.

21K 844 118
                                    

HAPPY READING

×××××××

"Ada apa, pa?"

Pria paruh baya yang tak lain adalah Azis-- papa Aksara menghampiri sang putra.

"Papa sudah urus surat kepindahan Ale ke sekolah kamu. Dia nggak bisa terus-terusan jadi korban bully di sekolah lamanya, apalagi nggak ada yang jagain dia di sana. Itu pasti akan jadi penghambat kesembuhan mental Ale."

Aksara terkesiap, "Pa? Maksud papa Ale pindah sekolah?"

Anggukan singkat dari Azis membuat Aksara geram.

"Papa ingat aku udah punya istri? Kenapa papa nggak bilang dulu sama aku?" Tanya Aksara dingin.

"Papa tau, papa juga nggak ingin seperti ini. Tapi kamu tau, kan, bagaimana kondisi kejiwaan Ale? Dia hampir gila."

"Kemarin, Ale histeris lagi, dia melakukan bercobaan bunuh diri lagi."

"Cuma kamu satu-satunya orang yang bisa lindungin Ale, bahkan dari dirinya sendiri."

"Terus gimana sama istri aku?"

"Papa akan perkelankan Ale, sebagai sepupu jauh kamu. Sekarang, kamu urus kelengkapan surat pindah Ale, antar dan temani dia di sekolah."

Lamunan singkat itu lagi-lagi membuatnya merasa sangat buruk sebagai seorang suami.

"Kamu sembunyiin banyak hal dari aku, Ya. Maaf belum bisa jaga kamu sepenuhnya" gumam Aksara mengingat obrolannya bersama Aruna tadi.

Tangannya terangkat ke atas perut Kanaya yang masih rata, namun tidak seperti biasanya. Tak bisa di pungkiri, Aksara masih belum percaya jika sekarang dirinya hampir menjadi seorang ayah, disaat dirinya belum tamat sekolah.

"Hai, baby. Jangan marah sama papa karena gak becus jagain kamu sama mama, ya. Hampir aja papa kehilangan kamu sebelum tau keberadaan kamu di perut mama" gumamnya seraya mengusap pelan permukaan perut Kanaya.

Merasakan pergerakan seseorang di dekatnya, membuat Kanaya yang tengah tertidur mengerjapkan mata pelan, bisa ja rasakan tangan kokoh Aksara mengusap-usap perutnya.

Kanaya memegang tangan itu, kemudian teringat dengan pernyataan dokter tadi siang, manik mata perempuan itu mulai berkaca-kaca.

"Ya?" Panggil Aksara dengan wajah sayu khas bangun tidur.

"Kamu udah bangun? Ada yang sakit?" Kanaya memalingkan wajahnya, tak ingin melihat Aksara.

Melihat wajah murung sang istri, Aksara memaksa Kanaya untuk menatapnya.

"Kenapa, hm?" Tanya Aksara begitu pengertian, dokter bilang perasaan ibu hamil akan lebih sensitif, jadi sebisa mungkin Aksara akan memperlakukan perempuan itu dengan baik. Apalagi kandungan Kanaya baru trimester pertama dan kondisinya pun lemah, ia tidak boleh lengah sedikit pun!

"Kamu udah tau, kan?" Ujar Kanaya pelan, tak berani menatap sang suami.

"Una yang bawa aku ke sini. Dan dia udah tau kalo aku--"

Kanaya tak melanjutkan ucapannya. Aksara paham dengan apa yang perempuan itu takutkan. Tadi Aruna pergi begitu saja setelah mendengar penjelasan dokter.

Aksara merengkuh Kanaya dengan posisi berbaring.

"Jangan pikirin hal macam-macam, Aruna udah janji nggak akan bocorin hal ini ke siapapun."

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang