27.

25.1K 1.3K 5
                                    

Dua orang yang masih berpelukan di atas kasur yang empuk itu masih memejamkan mata.

Hingga suara gedoran mengusik salah satu dari mereka. Aksara, ia membuka matanya lalu turun dari ranjang dengan perlahan, takut membangunkan Kanaya.

Begitu membuka pintu, ia dibuat terkejut oleh bi Etin yang tengah menangis di depan pintu kamarnya.

"Kenapa bi? Ada apa?"

"Aden. Saya mau izin pulang kampung hari ini. Tadi tetangga saya ngabarin kalau anak saya sakit, aden" katanya sambil terisak.

Bola mata Aksara membulat.

"Innalilahi."

"Bibi pulangnya naik apa?" Tanya Aksara.

"Naik angkutan umum, aden."

"Di antar sama pak Arkan aja, bi. Biar cepat sampainya."

"Terimakasih banyak ya, aden. Kalau begitu saya pamit."

"Iya, bi. Hati-hati di jalan, ya, salam buat keluarga bibi."

Setelah mengucapkan terimakasih sekali lagi, bi Etin kembali ke kamarnya dengan tangis yang masih berderai untuk menyiapkan barang-barangnya.

Aksara masuk ke dalam kamar, lalu mengusap rambut panjang Kanaya lembut, dan menarik selimut yang melilit tubuh mungil gadis berbulu mata lentik itu.

"Bangun, Aya" bisiknya di daun telinga Kanaya membuat sang empu melenguh dan menggeliatkan badan.

Aksara terkekeh, lalu menjepit hidung gadis itu dengan jari telunjuk dan ibu jari nya. Beberapa detik kemudian, ia merasakan tepukan keras mengenai tangannya disusul oleh mata yang semula terpejam, kini melotot garang ke arahnya.

"Gabisa nafas, ih!" ujar Kanaya kesal.

"Udah siang, tidur kebo banget kayak abis kuli."

Kanaya menganga mendengarnya, Aksara bercanda? Serius? Ia tak percaya cowok beku itu bisa membuat lelucon, walaupun agak garing.

"Mingkem" Aksara menarik bibir Kanaya ke depan menggunakan tangannya membuat bibir tipis itu manyun.

"Ayok ke bawah. Bi Etin mau pulang kampung."

Kanaya menyerinyit bingung.

"Kok dadakan banget?"

"Hm. Anaknya lagi sakit" tangan Aksara merapikan helaian rambut Kanaya yang berantakan, sedangkan Kanaya mengucek mata menyesuaikan dengan sinar matahari.

"Serius lo?"

"Serius."

"Ya ampun, kasihan banget bi Etin. Setau gue, keluarga bi Etin cuma anaknya doang."

"Makannya ayok, bibi mau pamitan sama lo. Bangun dulu, Aya."

Kanaya mengangguk singkat.

***

Aksara menyukai suasana seperti ini. Ia dan Kanaya hanya berdua di rumah sebesar ini, tetapi anehnya tidak terasa sunyi. Karena sedari tadi suara Kanaya terus menyapa gendang telinga nya, gadis itu banyak bercerita tentang kehidupannya sebelum menikah.

Sempat saling diam lagi tadi pagi saat keduanya mengingat kejadian semalam, mereka sempat merasa canggung satu sama lain. Tetapi itu tidak bertahan lama, karena Aksara langsung mengajak Kanaya berinteraksi dan berakhir dengan obrolan ringan seperti saat ini.

Kanaya menyandarkan kepalanya di pundak Aksara yang terbalut hoodie berwarna abu-abu, tangan kiri gadis itu memegang camilan dan tangan yang satu nya sibuk mengubah saluran televisi. Sesekali Aksara ikut memakan camilan yang ada di tangan Kanaya.

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang