"Anjing! Sakit rambut gue!"
"Nggak ngurus! Biar tau diri, lo!" Balas Aldy tak kalah ngegas.
"Gue tau diri! Gue Haikal, kan?"
Teriakan itu membuat Kanaya menggeleng heran, sepertinya teman sekelasnya hampir semua depresi.
Lihat saja, Haikal sedang berteriak kesakitan karena rambutnya di tarik dengan kuat oleh Aldy. Eca dan Rian yang sedang berpacaran di pojok kelas, dan Siti yang sedang mencak-mencak karena di ganggu oleh Rido. Tak ada satu pun kegiatan yang positif.
"Goblok!" Teriak Aldy yang sepertinya masih kurang puas memaki Haikal. Tangannya ia turunkan dari kepala Haikal.
Haikal langsung meloncat dari bangkunya ke meja guru, lalu tertawa mengejek Aldy.
Tiba-tiba terdengar suara sorakan teman-teman sekelasnya.
"Ciee Rido lope Siti!!" Kanaya melihat papan tulis yang terdapat tulisan 'RIDO LOVE SITI' dengan tulisan yang cukup besar. Kanaya tertawa ternyata pelakunya Haikal.
Sudah seperti anak SD saja.
Kanaya membaca buku lagi, kebiasaannya ketika kelas kosong. Karena malas berghibah, Kanaya lebih memilih menambah ilmu.
Lo nggak tau aja, Nay, seseneng apa cewek kalo udah ghibah!
"Buku gue kok nggak ada..." Gumam teman sebangku Kanaya. Tangannya sibuk membongkar tas miliknya sendiri.
"Kenapa?" Tanya Kanaya.
"Buku tugas gue nggak ada. Gue yakin banget tadi ada di dalem tas..."
Saat ingin membantu Vera, bu Rita terlebih dulu datang, membuat kelas yang tadinya ricuh menjadi hening. Semua orang kembali ke tempat duduknya masing-masing.
Selesai mengucapkan salam, bu Rita mulai mengabsen siswa-siswi kelas ini.
Vera berdoa dalam hati, semoga saja bu Rita tidak ingat tentang penugasan itu, Vera tidak mau jika nilai Fisika nya cacat.
"Baik. Minggu ini kita membahas mengenai Suhu dan Kalor, buka halaman--"
"Bu, minggu kemarin ada tugas yang di kumpulkan hari ini" ujar Aruna tiba-tiba mengangkat tangannya.
Vera yang sudah sedikit lega sekarang mengumpat. Sial, kenapa malah di beri tahu!
"Oh iya! Maaf, ibu lupa tadi. Silahkan di kumpulkan ke depan" satu-persatu murid maju ke depan untuk mengumpulkan buku tugas masing-masing.
Bu Rita membuka absensi kelas, lalu menghitung jumlah buku yang ada.
"Jumlah siswa di kelas ini ada tiga puluh empat, dan jumlah buku hanya ada dua puluh delapan. Sisanya kemana?"
Vera sedikit tenang karena ada beberapa siswa yang juga tidak mengumpulkan.
"Vika, Devi, Rio sama Abim dispensasi, bu. Terus, Cindy sakit" jelas sang sekretaris kelas.
"Satu lagi?"
Dengan pasrah, Vera mengangkat tangan kanannya. Bu Rita menggeleng, setahunya Vera adalah salah satu anak yang pintar dan rajin.
"Kemana buku kamu, Vera?"
"B-buku saya ketinggalan, bu."
"Baik, sesuai kesepakatan, nilai kamu di pertemuan kali ini kosong, ya, Vera."
Bu Rita tidak akan menghukum siswa yang tidak mengumpulkan tugas. Sebagai gantinya, pengurangan nilai.
***
Kanaya tersentak saat Vera membanting tas nya ke meja, lalu menelungkupkan kepala ke lipatan tangan.
Kanaya meliriknya sekilas, tidak berniat ikut campur.
"Gue tau kenapa buku lo nggak ada, Ver" ucap suara perempuan tiba-tiba.
Kanaya memutar bola mata malas, Aruna.
Bisa dia lihat, Vera mengangkat kepalanya dan memperlihatkan ekspresi bertanya.
"Pasti temen sebangku lo, lah. Dia, kan, suka carmuk sama semua guru" Kanaya tetap diam, malah seolah menonton percakapan mereka tanpa mengeluarkan suara.
"Bisa aja, kan, dia sengaja sembunyiin buku lo biar nilai dia paling tinggi" ujarnya lagi, berusaha memanas-manasi Kanaya.
Vera menoleh ke arah teman sebangkunya itu.
"Apa?"
"Bener? Lo yang sembunyiin buku gue?" Kanaya tertawa pelan, meremehkan Vera yang mudah sekali percaya dengan mulut bodoh Aruna.
"Nggak" jawabnya santai.
"Dimana buku gue, Nay? Lo nggak usah bohong" Kanaya tetap santai, sedangkan Aruna mulai tersenyum kemenangan.
"Gue nggak tau."
"Coba lo cari di sekitaran sini, deh. Gue yakin, kok, dia ngumpetin buku lo di dalem kelas" ujar Aruna lagi.
"Gue bantu, ya" Aruna mulai mencari dari meja ke meja.
Vera juga sama, Kanaya jadi heran dengan Aruna, untuk apa, sih, menuduhnya seperti itu? Bahkan Kanaya tidak merasa terancam sedikitpun atas tuduhan sepele Aruna.
"Ini, Ver" ujar Aruna mengangkat buku itu tinggi-tinggi.
"Nih, buku lo."
Vera mengambilnya, lalu membuka buku tersebut. Benar, itu miliknya!
"Bener, kan, temen sebangku lo itu emang munafik" Aruna memandang Kanaya dengan tatapan meremehkan.
"Lo kalo mau nilai bagus, bersaing yang fair dong, nggak usah pake sembunyiin buku gue" bentak Vera emosi.
Kanaya langsung menghadap Vera dan menatap mata cewek itu.
"Lo percaya sama omongan Una? Lo pikir gue segabut itu, buat bikin nilai lo jelek? Kaya nggak ada kerjaan yang lebih penting aja" Kanaya mendengus.
"Asal lo tau, sekalipun lo ngumpulin tugas, gue bisa dapet nilai lebih tinggi dari lo. Lagipula, bukannya lo duduk di sini, ya, waktu gue masuk kelas? Terus kira-kira kapan gue ngambil buku itu dari tas lo?"
"Oh iya, gimana bisa Una langsung tau kalo itu buku lo, padahal kayaknya di sana banyak deh buku yang nggak kepake" Kanaya mengambil buku Vera lalu membuka lembaran demi lembaran buku itu.
"Bahkan di buku ini nggak tertera nama lo sama sekali, yakin segitu hapalnya Una sama tulisan lo?" Tanya Kanaya mengejek.
"Bukan gue" sergah Aruna tiba-tiba.
"Lihat, bahkan gue nggak ada bilang dia yang sembunyiin" Kanaya tertawa pelan.
"Oh iya, satu lagi. Lo nggak curiga tadi dia tiba-tiba ngingetin pengumpulan tugas?"
"Udah, lah, ya, males gue liat drama lo, Na" selepas itu, Kanaya pergi ke toilet.
"Aruna goblok" gumam Aruna sambil berjalan.
Duk.
"Aww" pekik Kanaya.
Entah bagaimana bisa terjadi, bahunya malah menabrak pintu yang sedikit terbuka, Kanaya memegang bahunya yang terasa perih seraya meringis.
"Santai kali, Nay. Lo, mah, emosi sama Una yang di tabrak malah pintu" celetuk Haikal yang di ikuti gelak tawa oleh teman-temannya yang lain.
Merasa kesal pada pintu yang menghalangi jalannya, Kanaya membalikan langkah dan duduk kembali di tempat duduknya dengan kasar.
"Cantik-cantik stress."
"Berantem kok sama pintu, Nay, Nay."
Kanaya mengabaikan suara Haikal dan Aldy yang terdengar mengejeknya, hanya sebuah pena yang berhasil mendarat mulus di kening Aldy sebagai perwakilan balasan dari gadis itu.
Rasain!
***
Sabtu, 12 Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction"Jadi, kenapa akhirnya lo terima lamaran gue?" "ya, setelah gue pikir-pikir, omongan lo waktu itu emang bener, sih. Dari pada gue nikah sama om-om, kan?" "Lo sendiri kenapa, tiba-tiba dateng buat lamar gue?" Cowok itu diam, tak berniat menjawab. M...