Pagi-pagi sekali Kanaya sudah siap dengan seragamnya, tanpa membangunkan Aksara lebih dulu, gadis berbulumata lentik itu pergi ke sekolah menaiki taksi yang sudah dipesannya lebih dulu.
Sebenarnya Kanaya merasa belum benar-benar pulih, tubuhnya masih pegal dan lemas. Tetapi ia tidak mau mati kebosanan jika tidak berangkat ke sekolah.
Bukannya ingin tidak sopan karena tidak berpamitan pada Aksara, ia hanrpya ingin menghindar agar Aksara berfikir dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kanaya ingin memberikan ruang kepada Aksara dan juga dirinya sendiri agar mengintrospeksi diri.
"Baru jam enam kurang dua puluh menit?" Gumam Kanaya terkejut. Ini masih terlalu pagi untuk pergi ke sekolah.
"Aduh gimana dong?" Ujarnya bimbang.
Mobil yang di tumpangi Kanaya sudah sampai di gerbang sekolah, Kanaya turun dan mengucapkan terimakasih kepada sang sopir.
Gadis itu melangkahkan kakinya pelan. sekolah masih sepi, baru ada penjaga gerbang dan dua anak di pos gerbang yang sepertinya sedang menunggu temannya.
"Gue ke kelas aja kali, ya. Gue nggak takut, kok" monolognya memberanikan diri untuk pergi masuk kelas.
Ini baru tepat jam enam, wajar jika keadaan sekolah masih sepi karena jam masuknya pukul 07:15.
Aish, tau begini Kanaya tidak akan langsung pergi ke sekolah, bahkan ibu kantin saja masih membereskan dagangannya!
"Aduh ngantuk banget!" ujar Kanaya sedikit keras, berusaha mengusir rasa takut karena ia hanya seorang diri di kelas ini.
Kemudian ia menaruh ransel nya di atas meja dan meletakkan kepala di sana dan memejamkan mata.
Baiklah, Kanaya akan tidur sebentar, setidaknya ia akan bangun jika sudah ada orang lain di kelas ini.
***
Kruuukkk
Cowok yang masih memejamkan mata itu terpaksa bangun karena merasakan getaran di perutnya. Ia lapar!
Dengan rambut acak-acakan ia berjalan menuju dapur sembari mengacak-acak rambutnya.
"Eh, bi. Papa udah pergi lagi?"
Seorang paruh baya yang di panggil 'bi' itu menghentikan kegiatannya mengelap Piring dan gelas.
Ia menghampiri tuan mudanya.
"Ehm, iya aden. Pagi-pagi sekali tuan sudah berangkat."
Cowok berbibir tebal itu mengangguk malas, lalu memberikan instruksi kepada sang asisten untuk kembali mengerjakan pekerjaannya.
Pemuda itu berjalan ke arah ruang tamu. Kedua matanya menangkap sebuah foto keluarga yang terpampang dengan begitu besar. Itu foto ketikan dirinya masih berusia tiga tahu.
Ia belum mengerti tentang keadaan pernikahan kedua orang tuanya, dan sebelum ia tahu bahwa akan mengalami masa yang sangat menyakitkan seperti sekarang.
Kedua tangan kekarnya meremas minuman kemasan yang baru ia habiskan isinya.
Bibirnya menyunggingkan senyum miring.
"Gue akan balas ini semua. Gue pastikan, keluarga lo akan lebih hancur dari keluarga gue. Lo akan tahu seberapa rasa sakit yang gue rasain, karena semua yang harusnya gue punya, malah jadi milik lo. Gue akan balas secepatnya" monolognya seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction"Jadi, kenapa akhirnya lo terima lamaran gue?" "ya, setelah gue pikir-pikir, omongan lo waktu itu emang bener, sih. Dari pada gue nikah sama om-om, kan?" "Lo sendiri kenapa, tiba-tiba dateng buat lamar gue?" Cowok itu diam, tak berniat menjawab. M...