Bara terdiam setelah mendengar pertanyaan dari Lara. Dia memilih tidak menjawabnya dan kembali fokus menyetir.
Tangannya mencengkram kuat stir mobil. Rahangnya juga mengeras dan nafas yang memburu.
Lara yang tidak mendapatkan jawaban apapun dari Bara itu hanya kembali diam dan menunduk. Memainkan kuku-kuku jarinya. Sesak! Hati Lara sesak saat ini.
Setelah beberapa saat mereka dalam perjalanan, kini mereka sudah sampai di sebuah bangunan. Bukan rumah Lara, melainkan apartemen Bara.
Ting!
Pintu lift terbuka, Bara menggandeng tangan Lara dan memasuki apartment miliknya.
"Duduk," kata Bara dingin.
Lara menelan salivanya. Dia hanya merasa Bara sedikit berubah atau mungkin, kembali seperti dulu? Seorang psychopath?
Lara duduk di sofa dengan tenang tapi tidak menutupi kecemasan yang terlihat. Hadis itu meremas roknya takut.
Bara kembali dengan membawa segelas minuman dalam gelas, "Minum."
Lara tidak menyentuh segelas air yang sudah ada di depannya itu. Lara menggeleng pelan.
"L-lara mau pulang," kata Lara pelan dan takut.
"Minum," Lara menggeleng tidak mau.
Bara menaruh gelas ke meja dan dirinya pergi memasuki kamarnya untuk berganti pakaian. Sedangkan Lara? Lara tetap duduk diam di sofa.
"Lara takut," gumam Lara sedikit menangis.
Bara keluar dari kamarnya dan kini sudah berpenampilan lebih santai. Celana pendek berwarna putih dan kaos hitam melekat di tubuhnya.
Bara duduk di sebelah Lara. Tidak ada perbincangan atauapun sapaan di sana. Semua hanya diam. Hingga Lara merasa tidak nyaman dan memulai percakapan.
"Bara?" panggil Lara pelan tanpa melihat ke wajah Bara.
"Hmm?"
"L-lara mau pulang," Bara menggeleng dengan santai.
"Tapi, Lara pengin pulang."
"Aku nggak ngizinin," Bara meraih remote TV di meja lalu mulai menyalakan televisi.
Lara menggigit bibir bawahnya takut dan cemas. Rasanya dia ingin berlari dan berteriak meminta tolong. Apa salahnya Lara ingin pulang ke rumahnya?