05 - Malam Tanpa Bintang

479 45 9
                                    

Perempuan dengan mantel sedikit tebal itu menderap menuju sebuah restoran yang letaknya sekitar satu kilometer dari flat tempatnya tinggal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perempuan dengan mantel sedikit tebal itu menderap menuju sebuah restoran yang letaknya sekitar satu kilometer dari flat tempatnya tinggal. Udara dingin di penghujung musim gugur berhasil menelusup masuk. Serasa menusuk hingga tulang belulang dalam tubuhnya, mantel yang dikenakannya pun rupanya tak begitu banyak memberikan efek apa pun.

Aiyla berniat pergi menemui Ozan, memenuhi ajakannya tadi siang. Sebenarnya saat ini bukan lagi sore, melainkan nyaris menyentuh malam. Terlihat dari matahari yang tertutup awan itu sudah bergerak semakin turun ke peraduan.

Pekerjaan di rumahnya begitu menumpuk, sehingga itu cukup menyita waktunya. Alhasil, menjadwalkan ulang pertemuan mereka adalah jalan yang Aiyla ambil. Beruntung Ozan bukan tipe laki-laki yang suka mempermasalahkan hal kecil seperti itu.

Merapikan rambut sekali lagi sebelum mendorong masuk pintu dengan kaca tembus pandang, Aiyla menyisir setiap meja dengan pandangannya. Mencari laki-laki pemilik netra hijau yang hendak dirinya temui.

Sudut bibirnya sedikit terangkat ketika matanya menangkap sosok Ozan sedang duduk sendiri di salah satu meja. Penampilannya sama seperti sebelumnya. Selalu terlihat kasual dan rapi. Rambut cokelat gelapnya disisir rapi ke belakang.

"Hai. Maaf membuatmu menunggu," ujar Aiyla setelah berada di hadapan Ozan.

Dengan tersenyum Ozan segera saja berdiri, membantu menarik kursi yang akan diduduki Aiyla dan kembali mendorongnya hati-hati.

"Terima kasih."

Ozan kembali mengambil duduk di seberang perempuan beraroma mawar itu. "Ingin memesan makanan sekarang?"

"Hm, boleh," balas Aiyla. Diletakkannya tas selempang di atas kursi kosong yang berada di sampingnya.

Tak lama setelah Ozan memanggil pramusaji, mereka pun datang. Lelaki itu meminta Aiyla untuk memesan apa saja tanpa ragu. Namun, Aiyla tak pandai memanfaatkan kebaikan seseorang. Alhasil, menu sederhanalah yang Aiyla pesan ditambahi dengan beberapa kudapan yang dipesan Ozan untuknya dengan cara paksaan.

"Perutku kecil, Ozan!" protes Aiyla polos. "Tidak perlu makanan sebanyak itu."

Ozan terkekeh. "Jika kau tidak bisa menghabiskannya, aku bisa membantumu nanti."

Aiyla menautkan beberapa jemarinya. "Ozan."

"Ya, Cantik?"

Terang saja semburat merah menyembul begitu saja di pipi Aiyla. Ozan memang pandai melakukannya meski hanya dengan memberikan panggilan manis seperti barusan. "Ini hari ulang tahunmu. Tetapi aku tidak bisa memberikan apa pun selain kata selamat,"

"Hey," Ozan meraih salah satu tangan Aiyla untuk digenggam. "Jangan memikirkan itu. Aku tidak peduli jika kau tidak memberikan apa pun. Yang terpenting, malam ini akan begitu istimewa karena kau ada di hadapanku."

UNWORTHY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang