20 - Mempermainkan?

363 34 1
                                    

Kayla menopang tubuhnya dengan kedua lutut di atas sofa, memperhatikan gedung-gedung tinggi dan juga bangunan lainnya melalui jendela yang terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kayla menopang tubuhnya dengan kedua lutut di atas sofa, memperhatikan gedung-gedung tinggi dan juga bangunan lainnya melalui jendela yang terbuka. Sejauh mata memandang, pemandangan di luar sana sayang sekali untuk dilewatkan. Di kejauhan sana terlihat sebuah sungai yang luas. Sesekali tangannya terulur keluar jendela, berusaha merasakan lembutnya butiran salju yang sedang turun.

Sudah berjam-jam ia dan orangtuanya menunggu kedatangan Daffa, padahal saat ini sudah pukul 2.00 siang. Sebelumnya Daffa sempat mengabari bahwa dirinya gagal pergi fajar tadi dikarenakan cuaca yang begitu buruk.

Perempuan itu mengecek ponselnya, memastikan bahwa dirinya tidak melewatkan pesan dari Daffa. Namun, lelaki itu rupanya tidak mengirim pesan lagi setelah terakhir memberi kabar pukul 7.15 pagi tadi. "Ish ... Abang bikin khawatir mulu kerjaannya."

Akmal menggulung lengan kemejanya seraya berjalan menghampiri sang putri bungsu. "Hey. Kenapa, hm?"

Kayla menoleh. Saat tahu jika ayahnya ada di belakangnya, ia pun membenarkan posisinya agar tidak membelakangi Akmal. "Abang nggak tahu udah berangkat atau belum. Dia nggak kirim pesan lagi."

"Mungkin sekarang sedang berada di perjalanan," Akmal mengusap kepala Kayla lembut. "Sabar dulu. Abang pasti sampai kemari dengan keadaan baik-baik saja."

"Bunda mana?" tanya Kayla seraya melirik pintu kamarnya dan Daffa terbuka. "Masih di kamar, ya?"

Mengulas senyum, Akmal menganggukkan kepala. "Sedang ada telepon dari teman kerjanya."

Mulut Kayla terbuka samar membentuk huruf O. "Yah, sini."

"Kenapa?" Dahi Akmal berkerut. Namun, tak urung dirinya tetap mendekatkan diri pada Kayla yang sedang duduk berhadapan dengannya. Akmal tertawa pelan saat ternyata Kayla hanya ingin memeluknya. "Kangen sama abangmu?"

"Iya," jawab Kayla. "Nggak abang, nggak Ayah, nggak bunda. Semuanya sibuk bekerja."

Akmal mengecup kepala Kayla singkat, kemudian pandangannya dibuat lurus ke arah jendela. "Ayah, bunda, dan abang memang bekerja. Tapi, apa pernah ayah dan bunda tidak memperhatikan kamu dan abangmu?"

Kayla menggelengkan kepala.

"Apa kamu dan abang pernah merasakan kekurangan kasih sayang dari kami?"

"Nggak ...."

"Ya sudah. Selama kami masih memperhatikan kamu, selama kami masih menyayangi kamu, jangan khawatir meskipun kami sibuk bekerja. Kami juga tahu bagaimana cara membagi waktu," Akmal melepas pelukan Kayla, mundur satu langkah sebelum membungkuk. "Kamu dan abang, adalah buah cinta kami berdua. Tidak mungkin karena pekerjaan, kami sampai menelantarkan kalian. Kami selalu mengusahakan yang terbaik untuk kamu, untuk Daffa."

"Ah, Ayah ...," Kayla menyeka air matanya. "aku jadi sedih."

Akmal tergelak dan mengurai pelukan mereka, terlebih rungunya mulai mendengar bunyi bel unit hotel mereka. "Buka, mungkin itu abang."

UNWORTHY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang