53 - Perlu Bicara

468 35 11
                                    

Aku up cevattt, biar segera tamat T.T

Ayo diramein yaaaa, jangan lupa vote dan komentarnya

Part ini ceritanya beberapa minggu kemudian yaaa

Beberapa kantong belanjaan diletakkan di atas meja makan oleh Gulya, secepatnya ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air sebelum akhirnya menandaskannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa kantong belanjaan diletakkan di atas meja makan oleh Gulya, secepatnya ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air sebelum akhirnya menandaskannya.

"Pyuhh ... Apa kau betah tinggal di sini? Panas sekali di luar," keluhnya pada Aiyla yang baru saja menyusul masuk ke dalam dapur, masih mengenakan piyama tidurnya.

Aiyla mengernyit mendapati kantong-kantong tersebut. "Kau belanja? Sendirian?"

Gulya mendongak merasa heran. "Iya, memangnya kenapa?"

"Tidak," jawab Aiyla sembari menarik kursi yang akan ia duduki. "Hanya saja mengapa tidak mengajakku?"

"Tidak apa-apa, sesekali aku yang berbelanja."

Aiyla membuang napasnya kasar. "Tetapi seharusnya tidak sebanyak ini, Anne. Masalah Januar sudah selesai beberapa minggu lalu, aku pun tidak dibutuhkan lagi di kepolisian. Jadi ... aku berniat kembali ke Ankara. Meskipun entah akan tinggal di mana."

"Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Gulya mengeluarkan dua bungkus ayam filet dari dalam kantong plastik, kemudian mengeluarkan bahan lainnya.

Terdiam beberapa saat, Aiyla menopang dagunya dengan sebelah tangan. Hal tersebut terlintas sejak ia masih berada di rumah sakit, ketika Daffa tak pernah datang lagi. "Utangku kepada Daffa dan Gani masih begitu banyak, mungkin jika bisa aku akan tetap bekerja di perusahaan Gani yang di Ankara. Setelah utangku terbayar, baru aku akan memulai kehidupan baruku. Lagi pula, perusahaan di sini sudah lumayan terkendali."

"Sebenarnya, di Ankara aku dan mendiang ayahmu memiliki rumah lain selain rumah yang diisi keluarganya sekarang. Hanya kami yang tahu, dan rumah itu pun sejak lama sudah tercatat di pemerintah atas namamu."

"Benarkah?" tanya Aiyla tak percaya. "Apa itu aman? Maksudku ... sewaktu-waktu tidak akan direbut paksa seperti rumah kita yang dulu, 'kan?"

Gulya menggelengkan kepala seraya tersenyum. Tak menyangka ide Ankarian saat itu kini berguna untuk mereka. Hatinya mencelos, merasa menyesal telah mengkhianatinya. "Sudah kukatakan, sertifikat tanah dan bangunannya dicatat atas namamu. Jadi, mereka tidak bisa mengambilnya."

"Nanti kita akan tinggal di sana!" Aiyla tersenyum dengan mata berbinar, bak bocah kecil yang baru saja diajak pergi ke pasar malam oleh orangtuanya.

"Anne, setelah ini apa rencanamu?" Aiyla menatap ibunya dengan lekat. "Kita sama-sama tahu bahwa kau tidak bahagia dengannya, Vural itu tidak ada gunanya dan begitu kasar. Mungkin kata-kataku tentangnya cukup kasar, tapi aku kehilangan rasa sopanku jika itu berhubungan dengannya. Aku tidak ingin kau tertekan karena sikap semaunya itu."

UNWORTHY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang