[Seri 2 | Nuraga / Book2*]
"Kita pergi sekarang!" pekik lelaki itu.
Aiyla mengangguk tanpa ragu. Ia rasa, bersama lelaki ini akan jauh lebih aman daripada bersama keluarganya sendiri.
-
Harap yang tercipta akibat diselamatkan dan juga diberi kehidu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menarik-membuang napas yang terasa berat, Aiyla meletakkan kedua tangan di atas meja pertanda pembicaraan serius akan ia mulai. Ditatapnya sosok lelaki yang lebih senang memandangi kopi yang baru datang itu.
"Jadi, untuk apa?" tanya Daffa, sekali lagi.
"Ummm... Jika sewaktu-waktu aku membutuhkannya, aku tidak perlu memintanya kepadamu lagi," kilah Aiyla
"Kau tidak akan membutuhkannya. Lagi pula, untuk apa."
"Daffa, sebenarnya aku ...."
Setelah lama diam, Aiyla kembali bersuara. Ia meremas jemarinya yang sudah berkeringat dingin, tak kuat harus mengatakan perpisahan secepat ini. "Aku akan segera kembali ke Turki."
Satu kalimat yang baru meluncur mulus itu sukses membuat Daffa melepas pandangan dari kopi, beralih pada Aiyla. "Kembali ke Turki?"
Aiyla menganggukinya dengan raut datar.
"Kembali ke Turki?" ulang Daffa sekali lagi, untuk memastikan tidak ada kesalahan.
"Iya, Daffa," balas Aiyla cukup panjang.
"Mengapa kembali ke sana?" Intonasinya jauh lebih rendah, nyaris teredam oleh hiruk pikuk pelanggan yang lain.
Kauakanmenikah, Konyol! Untukapaakudisini? rutuknya dalam hati. "Terima kasih, ya, karena sudah banyak membantuku selama di sini. Terima kasih juga karena sudah membuat hubunganku dengan ibuku membaik."
Alih-alih menjawab, Aiyla justru berterima kasih. Hal tersebut membuat Daffa membuang napasnya kasar. "Mengapa? Aku tanya, mengapa?"
Menarik kedua tangannya dan meletakkan di atas pangkuan, Aiyla menunduk seraya meremas ujung bajunya. Persetan dengan pertanyaan itu, ini menyesakkan sekali baginya. Pertanyaan mengapajustru tertangkap lain oleh pikirannya. Merasa Daffa berkata 'mengapatidaktinggalbeberapawaktulagi, datangkepernikahankudenganTatjana lebih dulusebelum kembali.'
"Sial!" umpatnya tanpa sadar, membuat Daffa kembali menatapnya. Aiyla menegakkan tubuhnya, memberanikan diri menatap lawan bicaranya lebih rileks lagi. "Mungkin pertanyaan itu juga yang perlu kulontarkan untukmu. Mengapa kau mau aku tetap tinggal?"