42 - Bertemu di Bandara

418 33 20
                                    

Huft, harusnya kemarin malem up. Tapi nggak mood setelah dengerin History by One Direction, yg ada mlahan crying bombai lama bnget karena kebetulannya jga kmren 11th Anniversary-nya mereka💔😭 *ok, authornya agak curhat

Maaf yaaaa

Part ini pendek, tapi tetep ramein ya🔥

Happy reading x

Sebenarnya berat mengambil keputusan untuk menikahi Tatjana secara tiba-tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya berat mengambil keputusan untuk menikahi Tatjana secara tiba-tiba. Adnan adalah sahabatnya sejak lama. Yang selalu ada meskipun sering sekali menguji kesabarannya. Namun, Daffa tak mungkin jika harus mengabaikan permintaan terakhirnya.

Di dalam kamarnya Daffa berbaring menghadap plafon, memikirkan banyak hal yang tidak ada hentinya menyerang kepala. Tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu di bawah bantal, saat ia mengambilnya, seketika dadanya bergemuruh. Memikirkan bagaimana cara benda itu kembali ke tangannya.

Matanya tertuju pada beberapa kunci di tangannya, sementara mulutnya berkata, "Apa saya harus bicarakan tentang pernikahan ini kepada Aiyla?"

Daffa membuang napas yang terasa berat. Di detik selanjutnya kembali bangkit untuk meletakkan kunci tersebut di tempat yang lebih aman. Saat hendak kembali naik ke atas ranjang, ketukan di pintu membuatnya mengurungkan niatnya.

Tungkainya menarik tubuh itu untuk mendekat ke arah pintu, membuka kunci dan menarik handle-nya. "Bunda."

Tari menatap wajah putranya yang tampak semrawut, akhir-akhir ini tak lagi ia lihat wajah berseri yang selalu ceria dan berwibawa meskipun rasa lelah menggerogotinya. "Boleh Bunda masuk?"

"Hm." Laki-laki yang hanya mengenakan kaus polos dan celana panjang itu naik ke atas ranjang, duduk bersila seolah menunggu bundanya.

"Masih memikirkan pernikahan?" tanya Tari seraya mendudukkan bokongnya tak jauh dari Daffa, berhadapan dengannya.

Mengedikkan bahu, sekali lagi Daffa membuang napasnya dalam-dalam. Kaki yang terlipat menyilang itu kini diluruskan, tubuhnya sedikit bergerak hingga akhirnya berbaring dengan meletakkan kepala di pangkuan sang bunda. Pandangannya tertuju lurus pada netra penuh kasih milik Tari yang menatapnya dari atas. "Aku bingung, Bunda,"

"Bingung kenapa?"

Matanya terpejam saat jemari Tari mengusap rambutnya, dengan suara lemah Daffa berkata, "Saat kupikir cinta hanyalah perusak segala hal, saat itupun Allah berikan cinta yang tak ingin kurasakan. Terlebih di saat bersamaan, aku harus memutuskan untuk melepas yang satu demi membangun hubungan dengan yang lain."

UNWORTHY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang