[Seri 2 | Nuraga / Book2*]
"Kita pergi sekarang!" pekik lelaki itu.
Aiyla mengangguk tanpa ragu. Ia rasa, bersama lelaki ini akan jauh lebih aman daripada bersama keluarganya sendiri.
-
Harap yang tercipta akibat diselamatkan dan juga diberi kehidu...
Akuupdate jam 2:37 pagi, entahberapamalembegadanguntuknulispartini.
Sebenernyatigaharilaluudahberes, tapikuhapuskarenaakungerasaberbelit-belit. So, yeah. Herewego
TOLONG BACA SAMPAIBAWAH YA, AKU ADA INFO PENTING UNTUK KALIAN SEKALIGUS MAU MINTATOLONGKALIANUNTUKVOTECOVER!🌻❤
*Maafcaps lock, biarkalianbacahihii :')
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Adaperasaan sungkan di hatinya ketika harus menyambangi kediaman keluarga Nuraga sekali lagi. Mengingat mereka sudah banyak membantu, mendukung dan menyayanginya seperti keluarga sendiri selama berada di Indonesia. Namun, berpamitan terlebih dahulu akan terasa lebih sopan sebelum harus pergi dan kemungkinan besar tidak akan pernah kembali lagi.
Masih terbayang dalam benak bagaimana Kayla menangis dan memintanya untuk tetap tinggal. Begitu pun dengan Tari. Meski saat datang ke rumah mereka pagi tadi, Daffa dalam keadaan sedang mengudara dan katanya baru akan kembali malam nanti.
Sejak malam itu mereka tidak bicara lagi. Terlepas dari Daffa yang sibuk karena sudah kembali bertugas, baik Aiyla maupun lelaki itu sepertinya sama-sama enggan membuka pembicaraan apa-apa.
"Jika Daffa telah melukaimu, aku meminta maaf atas namanya." Tari berkata demikian sebelum ia pulang ke apartemen. Jelas saja Aiyla merasa tak enak hati, terlebih lagi Tari selalu meminta maaf atas semua yang putranya telah lakukan.
Kepulangannya mungkin terlalu kontras terlihat. Seolah semua orang bisa langsung mengetahui alasan mengapa dirinya buru-buru kembali ke negara asal meski sudah berulang kali memberi sangkalan. Aiyla tidak mau peduli. Semua orang memiliki cara tersendiri untuk meninggalkan segala hal berbau masa lalu.
Di tengah kesunyian tiba-tiba terdengar ketukan di pintu utama, dua kali. Seingatnya di ruang tamu ada Gulya, alhasil Aiyla tetap diam memandangi langit-langit kamar. Enggan mengubah posisi baringnya barang sedikit.
"Aiyla, ada Tatjana datang!"
Mendengar nama itu sukses membuat pikiran Aiyla berkelana. Siang-siang begini, untuk apa Tatjana datang ke apartemennya? Apakah bersama Daffa?
Pertanyaan demi pertanyaan mulai berdatangan silih berganti. Membuat sang pemilik kepala mendadak merasa pening sekalipun hanya memikirkan hal ringan.