Apa yang dilakukan Daffa adalah satu-satunya hal terbodoh yang pernah terjadi dalam hidupnya. Bagaimana tidak, saat ini Daffa justru membawa bahkan bersentuhan secara langsung dengan seorang lawan jenis yang tidak sedarah dengannya.
Padahal, selama ini dirinya cukup terjaga. Akan tetapi, Daffa mengira perempuan pribumi ini benar-benar perlu ia bantu. Yang Daffa benci adalah ketika matanya selalu tanpa sengaja terarah pada pakaian perempuan tersebut. Sehingga berulang kali ia merapalkan istigfar dalam hati.
Lebih parahnya lagi keadaan perempuan yang masih dalam gendongannya ini justru tak sadarkan diri di tengah perjalanan. Daffa membawanya ke hotel, kini dirinya sedang berada di depan meja resepsionis yang beruntungnya siap melayani para tamu selama dua puluh empat jam.
"Ada yang bisa kubantu, Tuan?" tanya sang resepsionis dengan sopan dan ramah.
Daffa mengangguk. "Apa tersedia satu single room?"
Resepsionis itu memandang Daffa dan Aiyla bergantian, kemudian memeriksa ketersediaan kamar pada layar komputer dengan monitor tipis itu. "Maaf, Tuan," Ia menatap Daffa cukup menyesal. "Kebetulan sekali semua unit kamar yang tersedia sudah terisi."
Daffa tertegun. Tidak mungkin jika dirinya membawa Aiyla dan berada satu kamar bersamanya.
"Tuan."
Berdeham, Daffa mulai memutar isi kepalanya. "Baiklah lupakan tentang itu. Bisakah aku mendapatkan sebuah baju untuknya, air hangat di dalam baskom, obat-obatan, serta minuman hangat?"
"Baik, Tuan," Sang resepsionis memanggil seseorang. "Kami akan mengantarnya ke kamar Anda."
Setelah berterima kasih, Daffa pun naik ke lantai empat. Tiba di kamarnya, langsung saja ia membaringkan tubuh Aiyla di kasur empuk tempatnya tidur. Kemudian mengeluarkan ponsel dan uang milik Aiyla yang tadi sempat berceceran dari genggamannya. Tak lupa Daffa menyelimutinya.
Dengan bersandar di dekat jendela dan bersedekap, Daffa memperhatikan keadaan Aiyla. Kondisinya begitu buruk. Ia perempuan, tetapi wajahnya penuh dengan lebam.
Daffa membuang napas dengan berat seraya menyugar rambut. Selagi menunggu Aiyla siuman, Daffa pun memilih untuk membersihkan tubuhnya lebih dulu.
***
Cipratan air serasa menyentuh wajahnya, membuat sang empu membuka mata secara perlahan. Aiyla membeliak dan terduduk sempurna ketika sesosok laki-laki asing menjadi hal pertama yang masuk ke dalam penglihatannya."Stop!" Daffa memejamkan mata, membuat Aiyla mengernyit kebingungan. "Jangan berani-berani kau menurunkan selimutnya!"
Aiyla mengeratkan cekalannya pada ujung selimut yang ternyata masih menyangkut di tubuhnya meski ia telah melakukan gerakan dengan tiba-tiba. "Kau siapa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNWORTHY [TAMAT]
Romance[Seri 2 | Nuraga / Book2*] "Kita pergi sekarang!" pekik lelaki itu. Aiyla mengangguk tanpa ragu. Ia rasa, bersama lelaki ini akan jauh lebih aman daripada bersama keluarganya sendiri. - Harap yang tercipta akibat diselamatkan dan juga diberi kehidu...