[Seri 2 | Nuraga / Book2*]
"Kita pergi sekarang!" pekik lelaki itu.
Aiyla mengangguk tanpa ragu. Ia rasa, bersama lelaki ini akan jauh lebih aman daripada bersama keluarganya sendiri.
-
Harap yang tercipta akibat diselamatkan dan juga diberi kehidu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aromamasakan yang lezat menyeruak hingga ke dalam kamar. Tatjana yang baru selesai membersihkan diri dan berganti pakaian itu langsung memasuki dapur yang menyatu dengan ruang makan, Adnan rupanya sudah berkutat lama di dalam sana. "Mas, padahal Jana bisa buatkan sarapan."
Adnan menoleh, sedikit tersenyum sebelum kembali mengawasi masakannya. "Nggak apa, sesekali Mas yang buatin."
Tatjana meraih gelas, mengisinya dengan air mineral hingga kemudian menenggaknya perlahan. "Mas ada jadwal hari ini?"
"Sekitar ... jam 2 siang nanti," jawab Adnan. "Nggak apa-apa, kan, kalau Mas tinggal dulu? Lusa Mas kembali, insyaAllah."
"Oke." Tatjana menaruh gelasnya, beralih menyiapkan dua piring untuk dirinya dan Adnan makan lengkap dengan sendok dan garpu. Namun, tiba-tiba saja bayangan tentang sosok Aiyla mulai hinggap di benaknya. "Hm ... Mas."
Cukup lama Adnan terdiam karena harus menuangkan terlebih dahulu masakannya ke dalam wadah. "Ya, Dek?"
Mengambil duduk di salah satu kursi meja makan, Tatjana menopang dagunya seraya memandang ke berbagai arah secara acak. "Mas tahu temannya mas Daffa yang perempuan itu?"
"Perempuan mana?" tanya Adnan, meletakkan wajan di bak cuci piring kemudian melepas apron dan menggantungnya. "Yang malam tadi antar kamu pulang sama Gani?"
"He'eh," Tatjana menunjuk kursi di hadapannya, meminta Adnan untuk mengambil duduk di sana. "Aiyla, Mas tahu tentang dia?"
Adnan menggelengkan kepala. "Mas baru sekali ketemu dia, ya tadi aja. Kenapa gitu?"
"Sejak kapan, ya, mas Daffa jadi suka perempuan tanpa hijab?" tanya Tatjana tanpa benar-benar sadar dengan pertanyaannya sendiri.
Hening menyapa keduanya selama beberapa saat. Sebelum akhirnya terdengar kekehan keluar. Adnan menatap adiknya itu dengan tatapan jenakanya. "Cemburu, ya?"
"Tidak, tapi ... sayang saja. Mas Daffa, kan, selama ini—"
"Dek," sela Adnan mulai serius. "Dari mana kamu tahu kalau Daffa suka sama Aiyla? Lagi pula, ini bukan kali pertamanya Daffa didekati perempuan tanpa hijab. Jangan gitu, ah. Nggak baik."
Tatjana terdiam menatapi Adnan. Benar juga, karena terlalu cemburu dirinya sudah keterlaluan. Bahkan Tatjana sudah secara terang-terangan menilai penampilan Aiyla tadi malam.
"Kamu naksir Daffa, ya?"
"Uhuk!" Tatjana nyaris saja tersedak salivanya sendiri. "Ih, Mas. Jangan sok tahu, ah."