10 - Harap di Tengah Keputusasaan

433 41 3
                                    

Entah bagaimana hidupnya akan berlanjut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah bagaimana hidupnya akan berlanjut. Aiyla merasa segalanya telah dihancurkan dalam waktu yang sangat singkat.

Sejak beberapa menit lalu, Aiyla hanya bisa terduduk dekat kepala ranjang sembari tak henti-hentinya menangis. Kedua tangannya diikat menjadi satu di penyangga ranjang bagian kiri.

Seolah tak cukup dengan mengambil sesuatu yang berharga dalam dirinya, Vural berniat mengirimnya kepada tiga pria tempo lalu fajar nanti.

Matanya berkabut, penuh dengan air mata. Sementara pandangannya tertuju hampa ke arah jendela. Aiyla bahkan sudah tak berniat pergi, ia menyerah pada takdir yang membuatnya semengenaskan ini. Lagi pula, pergi tak akan membuat kesuciannya kembali.

Aiyla membentur-benturkan kepala bagian belakangnya ke dinding seraya memejamkan mata. "Tuhan! Apa kau bahagia?"

"Apa kau puas telah membuatku kehilangan harga diriku?"

"Mengapa Kau tidak membuatku mati saja?!" Isakannya semakin terdengar memilukan. Sementara suaranya sudah begitu parau. "Sedari kecil aku meminta kebahagiaan, tetapi Kau justru merenggut segalanya. Kau merenggut ayahku, Kau menghadirkan pria jahanam itu ke dalam hidupku!"

Aiyla mendorong mundur tubuhnya semakin menempel pada penyangga ranjang tatkala pintu tiba-tiba saja terbuka dan menampilkan sosok pria yang benar-benar akan Aiyla benci selama hidupnya. Meski merasa takut, tak dimungkiri bahwa dirinya masih berani untuk menatap Vural dengan nyalang.

Vural menghampirinya seraya menunjukkan senyum setannya. Ditepuknya cukup keras pipi Aiyla. "Kau memang menakjubkan, pantas temanku—"

Aiyla meludahi wajah Vural seraya menatapnya jemu. Jika saja ia bisa berkompromi bersama Tuhan, ia ingin dibuat mati saja tepat ketika Ankarian tiada alih-alih harus merasakan keterpurukan seperti ini.

"DIAM KAU!" Aiyla merasa tenggorokannya begitu perih ketika ia berteriak. Ia semakin menangis karena bayangan-bayangan menjijikkan yang terjadi beberapa saat lalu kini memenuhi benaknya. "Mengapa ibuku mau dengan setan sepertimu?!"

"Karena dia bodoh, sepertimu!" pungkas Vural. "Jangan banyak mengeluh, tidurlah. Fajar nanti kau harus pergi, bukan?"

Vural tertawa, merasa hidupnya akan lebih nyaman dan tenteram jika Aiyla ia serahkan kepada teman-temannya.

Pergilah. Aiyla menatap pintu yang tertutup tanpa dikunci setelah Vural pergi. Seseorang dalam dirinya seolah baru saja membisikkan bahwa dirinya harus pergi.

Aiyla menggelengkan kepala, sedikit mengangkat sebelah bahu untuk menyeka air mata di wajah yang kini sudah dibuat miring. "Tidak ada bedanya jika aku pergi sekalipun. Biarkan aku semakin hancur saja di sini."

"Aiyla," panggil seorang wanita di luar pintu kamarnya dengan berbisik. "Aiyla ...."

Dahi perempuan itu mengernyit bingung. Untuk apa orang itu datang ke kemarnya dan berbisik seperti itu.

UNWORTHY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang