43 - Pilu

455 42 18
                                    

Heyyy, banjiri part ini dengan komen. Yuk kalian bisa yuk!

Siapin hati, karena menurutku ini (agak) menguras emosi dan air mata sih;(

Jangan lupa vote, kalau bisa komen setiap paragraf🙌

Isi part ini lumayan panjangg:'

Happy reading💙

Hendak mencari tempat duduknya, Aiyla justru bersinggungan dengan Daffa yang semula hendak masuk ke dalam ruang kerjanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hendak mencari tempat duduknya, Aiyla justru bersinggungan dengan Daffa yang semula hendak masuk ke dalam ruang kerjanya.

Aiyla mengerjapkan mata, cukup terkejut karena dirinya akan merasakan mengudara dengan Daffa yang mengendalikan pesawatnya. "Kau di sini?"

Ah, jelas itu hanyalah sebuah basa-basi yang terdengar aneh.

Daffa mengangguk pelan. Matanya memperhatikan sekitar sebelum mendekatkan diri dengan Aiyla untuk berbisik, "Kebetulan aku bertemu denganmu di sini, aku meneleponmu sejak tadi."

"Ponselku sudah kumatikan sejak sampai di sini," jawab Aiyla dengan dahi mengernyit. "Memangnya kenapa?"

"Apa saat masuk kemari kau bertemu dengan seseorang yang kau kenali?" Melihat Aiyla yang menggelengkan kepala membuat Daffa kembali memperhatikan sekitar. "Apa tempatmu duduk bersebelahan dengan atasanmu?"

"Iya. Apa yang sebenarnya sedang kau khawatirkan?"

Daffa berdeham seraya sedikit mundur. "Tetaplah di dekat Dzikri, atau para awak pesawat. Beberapa menit yang lalu aku melihat Keenan di boarding lounge."

Tubuh Aiyla menegang, mulai mengingat hal terakhir yang Keenan lakukan padanya di rumah sakit kala itu.

"Capt, sudah waktunya."

"Tunggu sebentar." Daffa menyahut. "Jangan khawatir, kau hanya perlu berjaga-jaga."

Aiyla melirik seseorang yang meminta Daffa masuk ke dalam cockpit beberapa saat lalu masih diam menunggu. "Kau bisa bertugas, aku akan menjaga diriku."

Daffa mengangguk. "Berbicaralah kepada orang lain jika kau merasa terancam." Karena perasaanku begitu tak tenang, lanjutnya dalam hati.

Mengangguk samar, Aiyla mengisyaratkan Daffa agar segera pergi dengan gerakan dagunya. Setelah itu, ia mulai duduk di kursinya yang tidak terlalu depan dengan perasaan waswas.

"Ada apa?" tanya Dzikri yang baru duduk bergabung.

Aiyla menoleh, sedikit tersenyum sembari menggelengkan kepala.

UNWORTHY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang