48 - Direnggut Takdir

486 43 28
                                    

Heyy, apa kabar?

Ini update pertama di awal Agustus haha. Oh ya, coba komen apa harapan kalian di bulan ini?

Beberapa saat lalu dokter bersama para suster sudah meninggalkan ruang rawat, Daffa pun kini sudah berada di samping Aiyla yang sejak tadi hanya diam memandang ke arah plafon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa saat lalu dokter bersama para suster sudah meninggalkan ruang rawat, Daffa pun kini sudah berada di samping Aiyla yang sejak tadi hanya diam memandang ke arah plafon.

"Kenapa?" tanya Daffa, berinisiatif mengajaknya berbincang.

Mata indah itu mengerling lamban, berhenti pada sosok yang sedang berdiri itu. "Agak bingung, kenapa aku ada di sini. Dan ... aku merasa ada yang berbeda."

"Apa?"

"Seolah ada yang hilang, tapi aku tidak tahu."

"Ingatanmu?"

"Aku mengingatmu, mengingat keluargamu. Aku ingat. Bukan itu." Dahi Aiyla berkerut saat tubuhnya terasa begitu lemas ketika berusaha melakukan pergerakan ringan.

"Tidak perlu dipikirkan dulu, kau baru siuman. Sebaiknya beristirahat. Aku akan ke luar."

"Tidak," cegah Aiyla bertepatan dengan momen-momen yang telah ia lewati sebelum terdampar di rumah sakit satu per satu mulai bermunculan. Ia mendesis ketika ingatannya berhenti pada kejadian bersama Januar di toilet dalam pesawat. Refleks, tangannya mengusap perut ratanya yang terasa sakit. "Daffa."

Melihat sorot mata cemas dan penuh harap perempuan itu membuat Daffa menahan napasnya, jantungnya serasa berhenti berdetak tepat ketika Aiyla bertanya, "Mengapa perutku tidak seperti sebelumnya?"

Tanpa pikir panjang Aiyla menarik lengan Daffa ketika lelaki itu membuang muka alih-alih menjawab pertanyaannya. Mata perempuan itu mulai berkaca-kaca. "Jawab pertanyaanku, apa kandunganku baik-baik saja?"

"Aiyla. Sebaiknya kau istirahat, ya!"

Mendapati cara Daffa mengalihkan pembicaraan saja sudah cukup membuat Aiyla sadar dengan kenyataan. Perempuan itu melepas cekalannya. "Tidak, ya?"

"Daffa. Tidak, ya? Jawab! Di mana calon anakku?!" pekik Aiyla. Membuat semua orang yang mendengar itu seketika masuk ke dalam ruangan. Mendapati Gulya ada di antara keluarga Daffa membuat Aiyla memanggilnya, "Anne."

Gulya segera menghampiri, mengusap surai putrinya dengan lembut. "Kenapa, Nak?"

Aiyla menggenggam tangan ibunya itu, menatapnya dengan memohon. "Daffa tidak menjawab pertanyaanku. Ke mana calon anakku, Anne?"

Lagi, keheningan yang menyapa Aiyla. Ketakutan mulai bersarang di dalam dirinya ketika melihat Gulya justru menangis secara diam-diam. Aiyla bangkit dari posisi baringnya, memperhatikan semua orang yang menatapnya dengan iba. Apa-apaan?

UNWORTHY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang