surprise!><Aku menatap Nica; memberinya isyarat bahwa semua akan baik-baik saja sebelum akhirnya mengangguk pada Lauryn dan juga Kenna yang masih menanti jawabanku.
“B-baiklah.”
Dan di sinilah kami sekarang berada. Di tengah lorong yang cukup sepi atau sangat sepi—tanpa ada satu orang pun yang terlihat. Cukup membuatku memasang siaga satu apabila kedua wanita di hadapanku ini diam-diam memasang rencana lain—tidak aku tak bermaksud untuk berpikiran buruk, tapi hanya bersiaga saja.
Dan tanpa kuduga mereka berdua menggenggam tanganku dengan cukup erat. Membuatku menatap mereka kaget serta bingung atas apa yang mereka lakukan.
“S-selena k-kami ingin meminta maaf kepadamu.” Lauryn mengangguk atas ucapan Kenna yang benar-benar membuatku mematung; terlalu terkejut dengan apa yang baru saja kudengar.
Melihat tidak adanya jawaban dariku membuat mereka kembali membuka suara. “Kami tahu bahwa selama ini kami benar-benar keterlaluan terhadapmu. Tetapi sungguh semua itu adalah perintah dari Janice. Kami terpaksa melakukannya.”
Tanpa harus aku bertanya lebih lanjut, kini Laurynlah yang melanjutkan penjelasan yang sempat digantung oleh Kenna. “Ya, Kenna benar. Janice selalu mengancam kami, Selena. Dan kami benar-benar dibuatnya tak berkutik sedikit pun. Tetapi saat kemarin Zayn membentaknya ia mulai tertutup dan tak lagi mengancam kami—lebih tepatnya ia telah melepaskan kami berdua.”
“Maka dari itu kami langsung memutuskan untuk meminta maaf kepadamu atas semua yang pernah kami lakukan padamu—m-mungkin kami tak pantas mendapat maafmu tetapi sungguh kami menyesal.” kedua wanita di hadapanku ini menunduk bersamaan, raut penyesalan terukir jelas di wajah mereka. Membuatku mau tak mau merasa tersentuh atas niat baik mereka.
“Tenang saja, aku memaafkan kalian.”
Dengan cepat kepala mereka terangkat dengan terkejut. Tak dapat dipungkiri terlihat binar-binar kecil di tiap manik mata mereka. “S-sungguh?! Kau memaafkan kami?!” aku mengangguk yang membuat mereka memekik kecil.
Walau perlakuan mereka terhadapku sebelumnya benar-benar buruk itu hanyalah masa lalu. Dan kini mereka telah sadar juga ingin berubah. Tak ada salahnya bukan memberikan mereka kesempatan kedua?
“Oh astaga Selena terima kasih banyak! Kau benar-benar wanita yang baik!” dengan cepat mereka meraupku dalam dekapan mereka berdua yang membuatku sedikit terkekeh. Jujur saja semua rasa kesal ataupun benciku untuk mereka telah meluap entah kemana sejak mereka meminta maaf padaku.
“Bisakah kau menjadi teman kami?”
***
Semenjak perubahan tiga ratus enam puluh derajat pada Lauryn dan Kenna. Kini mereka sering bergabung untuk makan di kantin bersamaku—juga bersama Nica. Yang tentu saja gadis pirang itu merasa cukup terganggu dengan kehadiran mereka. Ia masih belum menerima fakta jika mereka telah meminta maaf padaku.
Dan bagaimana dengan Janice? Well, ia kini sangat jarang terlihat di wilayah kampus. Sekalinya terlihat ia bahkan hanya memasang wajah datar tanpa ekspresinya, dan saat kami berpapasan ia sama sekali tak melirik ataupun menoleh padaku; membuatku berpikir bahwa efek yang diakibatkan Pangeran padanya benar-benar besar.
“Oh lihatlah betapa menyedihkannya dia sekarang.”
“Kami benar-benar menyesal pernah berteman denganmu.”
Aku mengernyit kecil ketika mendengar suara yang tidak asing dari depan toilet. Membuat perhatianku teralihkan sejenak dari tanganku yang masih saling menggosok satu sama lain di bawah pancuran air.
Dan di detik berikutnya aku dibuat terlonjak dengan suara gebrakan cukup keras yang menghantam tepat pada pintu toilet. Dengan cepat ku keringkan tanganku menggunakan tisu dan pergi keluar untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi.
Jujur saja aku sama sekali tidak ingin kembali terlibat dengan sebuah masalah kembali di kampus ini. Tetapi aku yakin bahwa ini merupakan masalah yang cukup serius, dan mau tak mau aku harus merasa penasaran akan apa yang terjadi.
Dan tepat seperti dugaanku. Tiga orang yang aku kenal tengah berkumpul dengan salah satu dari mereka yang kini telah terduduk di lantai sembari menunduk. Sebelum tangan Kenna berhasil menarik rambut Janice suaraku terlebih dahulu menghentikannya,
“Hentikan!” cukup membuatku merutuk dalam hati karena spontanitasku berhasil merenggut perhatian mereka tak terkecuali Janice yang kini memiliki warna merah di pipi kanannya. Sebuah bekas tamparan.
“A-apa yang kalian lakukan?” aku bertanya menatap pada Kenna dan Lauryn yang terdiam di tempat. Gestur tubuh mereka menunjukkan sebuah keresahan, mungkin karena aku berhasil menangkap basah mereka.
“Umh—kami hanya ingin memberi pelajaran padanya—” Lauryn membuka suara sembari menunjuk Janice yang masih di tempat tak lupa dengan tatapan tajam seakan menghunus kedua mataku. “—atas apa yang pernah ia lakukan padamu. Kami hanya ingin ia jera, Selena.”
Aku menghela napas kasar, “Aku menghargai usaha kalian, tetapi ini adalah perbuatan yang salah. Semua sudah berlalu, dan akupun telah melupakannya.”
“Berhenti bersikap sok baik padaku dasar jalang!” teriakan Janice membuatku tersadar jika dirinya sudah berdiri tegap dengan tangan yang hendak menarik kerah bajuku. Membuatku membulatkan mata dan mundur tetapi sebelum tangannya berhasil mencapai diriku, Kenna dan Lauryn telah terlebih dahulu menahannya.
“Dasar tidak tahu diri! Masih untung Selena mau memaafkanmu bahkan ingin menolongmu! Dan ini balasanmu?!” Kenna menyentak tubuh Janice hingga kembali terbentur tembok. Membuatku tergagap dan dengan cepat menarik untuk melerai mereka yang cukup panas sekarang.
“Cukup hentikan! Sudahlah!” dan sepertinya usahaku membuahkan hasil. Kenna dan Lauryn menjauhi Janice yang terpekur di tembok masih dengan tatapan tajamnya.
“Sudah tidak perlu bertengkar, setelah ini kelas kalian berdua akan dimulai bukan? Cepatlah sebelum terlambat.” aku berusaha membujuk Lauryn dan Kenna yang tampaknya masih belum puas terhadap Janice. “Tapi Selena, jalang ini masih belum mendapat balasannya.”
“Tidak perlu, semua sudah selesai, Kenna, Lauryn. Semua sudah berlalu.” aku kembali menegaskan pada mereka yang pada akhirnya disetujui anggukkan yang terpaksa.
Dengan cepat aku menarik mereka dan meninggalkan Janice yang mendecih di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Prince [Z.M]
FanfictionApa yang kau rasakan saat kau harus menjadi pembantu pribadi seorang pangeran? Tentu sangat menyenangkan, apalagi jika pangeran itu sangat tampan. Tapi bagaimana jika sifatnya sangat berbanding terbalik dengan ketampanannya? Bagaimana bisa Dad terj...