Pria itu berjalan menyusuri lorong kerajaan. Hentakan sepatunya menimbulkan suara yang cukup keras dikarenakan lorong yang sangat sepi itu. Hanya beberapa pelayan yang melewatinya, disertai dengan tatapan kagum atas wajah rupawan pria itu. Memang tak bisa dipungkiri lagi, wajahnya memang sangat mempesona. Wanita manapun pasti akan jatuh pada pesonanya hanya dengan sekali tatapan.
Wajahnya terlihat santai, begitu pula cara ia melangkah. Namun yang sebenarnya terjadi adalah, ia menyimpan sebuah rasa penasaran yang sangat tinggi pada sahabatnya. Terdapat juga sebuah gejolak amarah yang tertanam di hatinya. Ia benar-benar harus berbicara dengan sahabatnya itu.
Langkah kakinya terhenti tepat di depan sebuah pintu besar. Tanpa menunggu ia langsung mendorong pintu tersebut. Pria yang sedari tadi tengah termenung duduk pun terkejut saat melihat kehadiran sahabatnya secara tiba-tiba.
"Harry? Ada apa kau kemari?"
Pria itu menatap bingung. Ekspresi Harry yang tadinya santai berubah menjadi sedikit tegas saat melihat pria itu. Namun mengingat masa kelam sahabatnya itu membuat wajahnya kembali menjadi biasa tanpa ekspresi. "Sudah kuduga kau pasti ada di sini." ia melangkah mendekati pria itu.
Tanpa permisi, ia ikut duduk bersama pria itu dengan sofa yang berbeda dan jarak yang tidak terlalu jauh.
"Kau tidak berubah, Zayn. Tempat ini selalu menjadi tempat di mana kau mencurahkan isi hatimu. Inilah tempat pelampiasan keduamu setelah kandang kuda saat kau ada masalah." ucapan Harry membuat Zayn menatapnya bingung. Memang benar adanya ucapan Harry.
"Apa maksudmu?"
"Oh ayolah, Mate. Aku tahu jika kau sedang memiliki masalah." ia tersenyum tipis pada Zayn, yang membuat pria itu memalingkan wajahnya dan kembali melamun.
"Mengapa kau melakukan ini padanya? Tidakkah kau kasihan padanya?" ucap Harry tiba-tiba yang membuat Zayn kembali menoleh padanya.
"Melakukan apa? Pada siapa?"
"Gadis itu. Kau tahu? Ia sangat hancur saat mengetahui bahwa kau menolak permintaannya." Zayn sontak menoleh terkejut pada Harry. "Oh apa gadis itu meminta padamu? Ia bercerita padamu semuanya?" ia berusaha terlihat tenang di hadapan Harry.
"Aku melihatnya sendiri. Aku melihat bagaimana ia memohon padamu dengan air matanya yang mengalir. Aku melihat bagaimana kau menolaknya dan langsung pergi meninggalkannya. Ia termenung menatap kepergianmu. Zayn, mengapa kau melakukan semua itu? Tidakkah kau kasihan padanya? Kau telah memisahkan gadis itu dari keluarganya, dari teman-temannya. Kau bahkan memecat ayahnya. Mengapa tidak kau ringankan saja keluarganya? Ia selalu menuruti perintahmu, walau terkadang ia mungkin sedikit memberontak, namun ujungnya ia selalu mengikutimu. Aku tahu bagaimana rasanya menjadi dirimu, namun setidaknya kau bisa mengesampingkan egomu sedikit."
Zayn terdiam. Ia berusaha mencerna satu per satu ucapan Harry. Hati kecilnya membenarkan ucapan sahabatnya. Jujur saja, ia sedikit menyesal karena kata 'tidak' keluar secara tiba-tiba dari mulutnya saat gadis itu memohon padanya.
"Kau tidak mengerti perasaanku Harry. Ada sebuah alasan mengapa aku melakukan semua ini." ia melirik Harry sebentar dan kembali menatap lurus pada pemandangan yang disajikan oleh sebuah kaca tipis yang memperlihatkan keadaan di luar kerajaan.
"Aku tahu itu, tidak mungkin kau melakukan sesuatu tanpa sebuah alasan yang jelas. Kami sudah lama mengenalmu, Zayn." Harry terus menatap Zayn, "Apa alasanmu melakukan semua ini?" lanjutnya.
"Ayah gadis itu benar-benar membuat kesalah yang sangat fatal. Ia telah membakar kandang kuda milik kerajaan. Bahkan beberapa kuda favoritku mati. Aku tidak tahu apa alasan ia melakukan semua itu, Harry. Dan terlebih lagi, ia menyebabkan kaki Arrow tidak bisa berjalan untuk beberapa hari, dan menyisakan luka bakar besar yang membusuk pada kaki bagian belakangnya." Harry tahu, Arrow adalah kuda kesayangannya. Ia pasti tak tinggal diam saat Arrow terluka hingga separah itu.
"Kau tahu bukan jika ia adalah kuda kesayanganku. Hanya ialah kuda yang selalu kutunggangi, ia merupakan hadiah istimewa dari Dad di umurku yang ke-20 tahun. Dan ayah gadis itu merusaknya. Ia menyebabkan cacat pada kakinya. Tidakkah kau tahu perasaanku saat mengetahuinya, Harry?"
"Yeah, aku tahu. Tetapi apa yang membuatmu percaya jika ayah Selenalah yang membakar kandang kuda milikmu? Tidakkah kau ingat jika ialah orang yang merawatmu sejak kau berumur sepuluh tahun? Ialah yang menemanimu saat kau kesepian di kerajaan. Tidaklah mungkin jika pria itu yang membakar kandang itu, ia tidak setega itu Zayn. Ia adalah orang yang baik, aku dapat melihatnya dari wajahnya."
Zayn sedikit terdiam. Itu benar, Ricardolah yang selama ini menemaninya hingga di umurnya yang ke-21 tahun. Namun ego kembali menguasainya.
"Aku melihatnya. Ia adalah orang terakhir yang berada di dekat kandang kuda. Itu sudah sangat malam, tidakkah itu mencurigakan? Dan keesokan harinya aku telah mendapat kabar jika kandang kuda itu sudah terbakar. Aku mengerahkan beberapa pengawal untuk menyelidiki kasus tersebut. Dan dua minggu kemudian, hanya satu orang yang menjadi tersangka atas kejadian itu. Dan itu Ricardo."
Harry kini terdiam. Ia masih belum percaya sepenuhnya jika Ricardo adalah orang yang membakar kandang kuda milik kerajaan. Ia percaya jika pria itu telah dijebak oleh seseorang. Namun percuma saja meyakinkan Zayn tentang teorinya. Sahabatnya yang satu ini adalah orang yang sangat berpegang teguh pada pendiriannya dan sangat keras kepala.
"Baiklah, mungkin memang benar ia adalah orang yang membakar kandang kuda kerajaan. Tetapi mengapa kau malah menyuruh Selena untuk menjadi pembantu pribadimu?"
"Itu karena hanya gadis itulah yang ia miliki. Ia tidak punya barang berharga lagi untuk kujadikan sebagai jaminan. Setidaknya dengan aku mengambil putrinya, maka ia akan jera. Aku hanya akan mengambil gadis itu sampai Ricardo berhasil mengumpulkan sejumlah uang yang kuminta."
Batin Harry menggeleng tak percaya pada pemikiran pria di hadapannya ini. Benar-benar pria yang arrogant.
"Tidakkah kau kasihan pada gadis itu?" Zayn menatap sahabatnya. Jujur saja. Ia sangat kasihan pada gadis itu.
"Kau tidak bisa mengelak, Zayn. Kau kasihan padanya. Mengapa kau tidak membantunya saja? Bukankah ia hanya meminta agar ayahnya kembali diperkerjakan lagi di kerajaanmu, dan bukannya meminta dibebaskan?"
"Kau gila, Harry? Pria itu berbahaya untuk kuda-kuda kerajaan!"
"Baiklah-baiklah. Bagaimana dengan mengurangi jumlah uang itu?"
"Itu bahkan adalah jumlah yang paling kecil."
"Tentu saja 1,2 juta Pounds adalah jumlah yang sedikit bagi kita. Namun tidak dengan mereka yang berekonomi di bawah rata-rata! Astaga, kemana otakmu Zayn?!"
Zayn diam sebentar sebelum kembali berbicara, "Mengapa kau selalu membela gadis itu, oh apa kau menyukainya?" Zayn merutuki perkataannya yang terdengar seperti orang yang sangat memaksa.
"Satu satunya orang di sini yang menyukainya adalah kau Zayn."
"Hey, aku tidak pernah menyukai gadis seperti dirinya!"
"Jujurlah, kau tidak bisa menghindar. Kau sudah lama tidak mendekati seorang wanita untuk waktu yang lama setelah kejadian itu. Namun kau tiba-tiba saja meminta Selena untuk menjadi pembantu pribadimu. Itu sudah menjelaskan semuanya."
"Diamlah kau keriting! Itu karena keadaan yang memaksaku untuk menjadikannya sebagai pembantu pribadiku." Harry terkekeh melihat sahabatnya yang terus berusaha mengelak dari kenyataan.
"Baiklah, teruslah mengelak seperti itu. Jadi bagaimana? Kau akan membantu gadis itu bukan? Ia sangat rapuh, Zayn."
"T-tidak tahu, aku akan memikirkannya."
Harry menghela napas kasar. Percuma saja ia datang ke sini. Namun ia yakin, Zayn pasti akan membantu gadis itu.
"Baiklah jika itu maumu. Hanya sekedar mengingatkan saja. Ia adalah gadis sebatang kara, ia tak mempunyai saudara atau siapapun. Dan kau telah menjauhkannya dari keluarganya serta memasukkannya ke dalam universitas kita. Itu benar-benar lingkungan yang baru baginya. Bantulah gadis itu. Ia sangat memohon bantuanmu, Zayn." itulah perkataan terakhir Harry sebelum ia melangkah pergi dari ruangan itu dan meninggalkan Zayn sendirian.
"Haruskah aku membantunya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Prince [Z.M]
FanfictionApa yang kau rasakan saat kau harus menjadi pembantu pribadi seorang pangeran? Tentu sangat menyenangkan, apalagi jika pangeran itu sangat tampan. Tapi bagaimana jika sifatnya sangat berbanding terbalik dengan ketampanannya? Bagaimana bisa Dad terj...