54

201 35 1
                                    


warning! too much drama alert!



Aku menoleh dengan terpatah, dan tepat saat manik milikku bertabrakan dengan manik hazelyang selama ini telah membuatku jatuh bangun—tubuhku seketika melemas, berbagai memori datang menimpa kepalaku dengan bertubi-tubi bagaikan kaset yang rusak, hingga akhirnya datang rekaman memori terakhir yang benar-benar memberikan alasan terkuat untuk membenci dirinya.


Ia menatapku dengan tatapan yang sangat tajam. Bibirnya membentuk sebuah garis lurus, sama sekali tak ada lengkungan di sana. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Dan ekspresi datar itu, adalah ekspresi yang sama yang ia gunakan saat memandangku di tengah kerumunan para mahasiwa saat kejadian itu.


Tubuhku terdiam untuk beberapa saat; benar-benar tak bisa berpikir apapun dalam situasi saat ini. Seluruh pikiranku dipenuhi dengan rentetan memori menyakitkan yang pernah ia lakukan terhadapku. Juga tenagaku sudah terkuras cukup dalam karena kejadian tadi, dan sekarang ia tiba-tiba datang dengan pertanyaan yang sama sekali tidak masuk akal untuk diriku.


"Mendadak bisu? Apa perlu ku-ulang?"


Suara itu kembali menyatukan fokusku yang sempat terpecah belah sebelumnya. Sedang memori menyakitkan itu sama sekali tidak mau enyah dari pikiranku yang membuatku ingin melarikan diri saat ini.


"Mengapa kau pulang terlambat? Kau berkencan dengan bajingan itu, bukan? Apa kau lupa? Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak mendekati bajingan yang satu itu." ia berucap dengan sangat datar dan dingin tanpa melupakan tiap tekanan di setiap kalimatnya.


Dan sebutan sialan itu kembali dilontarkan untuk Justin; seseorang yang bagaikan malaikat yang selalu datang untuk menolongku di saat aku membutuhkan bantuan.


Dan dengan ajaib emosiku tersulut bagaikan sumbu pendek yang di bakar oleh korek api. Apa maksud dari perkataannya? Mengapa ia tiba-tiba datang dan berkata seperti itu bahkan setelah berhari-hari tidak berbicara sepatah katapun padaku?


"Apa pedulimu?" dari sekian kata yang ingin kurangkai untuk seorang bajingan berkedok pangeran sepertinya hanya dua kata itu yang dapat keluar dari mulutku untuk menjawab seluruh pertanyaannya.


Dan seperti yang dapat ku-ekspetasikan sebelumnya, kedua alis tebalnya tertaut; mengernyit dan mulai mengeraskan rahangnya.


"Beraninya kau menjawabku seperti itu!" nadanya mulai meninggi yang mulai membuatku sedikit gentar akan suaranya.


Aku menghela napas seraya memejamkan mataku sejenak; berusaha menenangkan badanku yang bergetar juga menahan emosiku yang bisa meledak di hadapannya—dan tentu aku tak mau hal itu terjadi.


"Maafkan aku sebelumnya, tetapi aku sudah mengirimkan pesan pada salah satu pengawal, dan perihal kencan—sepertinya itu adalah privasiku." tak memberinya jeda, aku segera melanjutkan perkataanku, "Dan sekarang aku harus mandi, permisi."

Arrogant Prince [Z.M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang