Selama pelajaran berlangsung, aku sama sekali tidak bisa fokus pada apa yang diterangkan oleh dosen di depan sana. Pikiranku masih saja melayang kemana-mana. Dan tentu semua ini hanya karena satu orang itu.
Dan sampai sekarang aku masih bertanya-tanya tentang bagaimana ia bisa berubah hingga seperti itu. Namun tak bisa dipungkiri bahwa aku cuku—sangat bahagia dengan perubahannya. Dan hal itu juga membuatku merasa semakin nyaman.
Tetapi satu hal juga yang masih membuatku cukup pusing memikirkannya. Perlakuannya padaku benar-benar membuatku melayang dan menyebabkan perasaanku meletup-letup senang, dan ia juga bersikap seolah memiliki perasaan yang sama denganku—tetapi aku tak ingin menghakimi hal itu dengan cepat. Bisa saja itu hanya salah satu bentuk penyesalannya atas kesalahan yang telah ia perbuat padaku. Benar bukan?
Aku terlalu takut untuk kembali sakit. Maka aku lebih memutuskan untuk diam dan berusaha agar tidak jatuh lebih dalam ataupun terbawa perasaan atas perilakunya. Dan kupikir itu adalah satu-satunya hal yang tepat untuk kulakukan.
"Baik, kuharap kalian cepat menyelesaikan tugas itu dan kumpulkan tiga hari lagi di ruanganku. Terima kasih."
Dosen itu pergi keluar dari kelas, dan seketika jantungku berdebar lebih kencang saat teringat dengan perkataan Pangeran yang menyuruhku untuk tidak pergi terlebih dahulu. Dan kuputuskan untuk menunggu kelas hingga cukup sepi lalu aku akan keluar.
Mataku melirik pada jam yang terpasang di dinding kelas, ini sudah setengah dua belas. Dengan cepat aku beranjak untuk keluar kelas sebelum seorang wanita masuk ke dalam kelas seraya bertepuk tangan dengan riuh. Wajahnya benar-benar terlihat hendak membunuh seseorang; membuatku meneguk ludah pahit dan berjalan mundur selangkah dari tempatku.
Dan aku tersadar bahwa aku benar-benar dalam bahaya sekarang.
"Benar-benar hebat! Hilang entah kemana selama empat hari dan kembali masuk dengan menggaet Zayn, awesome!"
Janice bergerak mendekat padaku, ia tak memberikan sedikitpun aku kesempatan untuk pergi dari situasi ini. Dan aku benar-benar merasa kalah saat bagian belakangku tertubruk oleh meja; tak ada jalan keluar.
"Aku baru sadar jika ular kecil sepertimu ternyata benar-benar bebal dan tak tahu malu. Tidakkah kau merasa jera setelah dipermalukan sendiri oleh Zayn di depan semua orang?!"
Ia berteriak di depan wajahku yang membuatku memejamkan mataku pasrah. Sekelebat ingatan tentang kejadian itu berusaha memasuki benakku kembali, dan sekuat mungkin aku menolaknya. Cukup, Pangeran pun telah meminta maaf tentang hal itu jadi tak perlu diingat lagi.
"Sihir apa yang kau gunakan hingga Zayn mau dekat-dekat denganmu, huh?!"
Aku tetap diam dan menunduk—benar-benar menghindari pandanganku untuk bertemu dengan pandangan mematikan yang dilayangkannya padaku. Dan sepertinya aku berhasil membuatnya semakin marah.
"Cepat jawab aku dasar Jalang!" ia membentak serayang mengcengkram pipiku; mengangkat wajahku dengan kasar agar melihat wajahnya yang kini telah memerah di hadapanku.
Sungguh aku lelah dengan semua yang ia lakukan terhadapku. Seolah semua yang kulakukan adalah kesalahan di matanya, dan percuma saja aku membela diri jika akhirnya pun aku tetap menjadi seorang korban.
"Kau bisu?! Dasar sialan!"
Tangan kanannya diangkat dengan tinggi dan ia layangkan dengan cepat; membuatku sontak memejamkan mata erat—pasrah menerima tamparan darinya untuk yang kesekian.
Tiga detik aku tetap pada posisiku—namun tak merasakan adanya kulit yang akan menampar pipiku dengan keras. Sedikit ragu aku membuka mata dan terkejut melihat pria bermata hazel yang menggenggam—atau mencengkram pergelangan tangan Janice yang masih mengambang di udara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Prince [Z.M]
FanfictionApa yang kau rasakan saat kau harus menjadi pembantu pribadi seorang pangeran? Tentu sangat menyenangkan, apalagi jika pangeran itu sangat tampan. Tapi bagaimana jika sifatnya sangat berbanding terbalik dengan ketampanannya? Bagaimana bisa Dad terj...