"Cepat!"
Aku mengikutinya memasuki mobil dengan cepat. Aku segera mengatur napasku yang memburu setelah duduk di dalam mobil. Mataku masih terasa berat. Dan aku juga merasakan jika tubuhku sedikit lebih lemas dari kemarin. Aku menyandarkan tubuhku di jok mobil dengan kepala yang mendongak ke atas dan mata yang tertutup.
Ini pasti karena semalam aku tidur terlambat. Atau bahkan sangat terlambat. Aku masih ingat bahwa aku tidur pukul setengah satu pagi. Oh bodohnya kau Selena, lebih memilih untuk berdiam diri di balkon memikirkan segala masalahmu dan melupakan bahwa besok kau memiliki kelas pagi. Sangat brilliant. Batinku memberikan tepukan remeh untukku.
Saat aku merasakan bahwa mobil ini berhenti, aku segera membuka mataku dan mengedarkan pandangan. Aku sudah sampai. Tanpa suruhan darinya aku turun dan mulai berjalan menjauh dari mobil. Langkahku sedikit tidak teratur, aku ragu jika aku dapat mencerna pelajaran dengan baik bila keadaanku seperti ini.
Aku terus berjalan memasuki kampus. Dapat kurasakan tatapan dari beberapa mahasiswa di sini, seperti biasanya. Aku melihat Harry, Louis, juga Liam dari kejauhan. Pandangan Louis tak sengaja bertemu denganku. Ia memberikan senyuman secara diam-diam. Dan aku juga membalasnya sebelum akhirnya aku melangkah pergi menuju kelas.
Aku memutar kedua bola mataku saat melihat Janice yang satu kelas denganku. Dengan cepat aku memilih tempat duduk di bagian tengah yang sedang kosong. Aku membalas tatapan tajamnya sebelum mulai meletakkan buku-buku yang kubutuhkan untuk mata kuliah kali ini.
Aku dapat melihat jika Tuan Kuarter telah memasuki kelas. Ia meletakkan beberapa barangnya di atas meja sebelum akhirnya menatap kami satu per satu. Tatapannya berhenti pada satu bangku kosong di sampingku. Baru saja ia ingin membuka mulut, seorang pria tanpa wajah bersalah memasuki ruangan dengan santai dan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya. Bahkan ia tidak membawa apapun untuk digunakan untuk mencatat mata kuliah kali ini.
Ia berjalan dan duduk di kursi di sampingku. Para mahasiswa mulai berbisik-bisik.
"Astaga. That's Loui!"
"Lihatlah betapa kerennya dia!"
"Oh mengapa wanita yang bukan bangsawan itu selalu beruntung? Waktu itu Harry, dan sekarang Louis!"
Aku hanya mengabaikan bisikan mereka. Mataku masih terpaku pada Louis. Ia menoleh padaku dan tersenyum, membuatku merasa kikuk. Pandanganku teralih pada Tuan Kuarter yang berdehem.
"Tuan Tomlinson." suaranya sangatlah dalam dan mengerikan. Namun dengan santai Louis menatapnya dengan tatapan biasa. Jika aku berada di posisinya mungkin aku sudah berkeringat dingin.
"Ya?" batinku menganga tak percaya dengan keberaniannya. Tidak jauh dari Harry. Mereka benar-benar pangeran yang gila.
"Kau tahu ini sudah pukul berapa? Kau terlambat di kelasku Tuan Tomlinson. Dan bisakah kau menggunakan tata kramamu?"
"Aku tahu pukul berapa ini Tuan George Kuarter. Hanya terlambat lima menit, kurasa itu bukan masalah yang besar. Aku hanya berjalan dan duduk di kursi ini, dan kau mengatakan aku harus menggunakan tata kramaku? Oh ayolah."
Dia gila. Kegilaannya telah melebihi Harry. Aku tidak percaya dengan apa yang telah kulihat. Dimana ia mendapatkan segala keberanian itu?
"Tuan Tomlinson—oh astaga lupakan. Mari kita lanjutkan materi minggu lalu yang belum selesai."
Sepertinya Tuan Kuarter telah kehabisan kata-kata atas perilaku Louis. Ia dengan cepat menuliskan beberapa rumus di papan. Aku yang tak tinggal diam saja mulai mencatat apa yang ia tuliskan. Mataku melirik pada Louis yang hanya diam saja tanpa mencatat apapun. Mataku terbelalak saat dengan beraninya ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia tidak memiliki rasa takut sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Prince [Z.M]
FanfictionApa yang kau rasakan saat kau harus menjadi pembantu pribadi seorang pangeran? Tentu sangat menyenangkan, apalagi jika pangeran itu sangat tampan. Tapi bagaimana jika sifatnya sangat berbanding terbalik dengan ketampanannya? Bagaimana bisa Dad terj...