Selena's POV
"Terima kasih telah meminjamkannya padaku, aku sangat berhutang budi padamu, Nica." aku berusaha untuk memaksakan sebuah senyuman tulus padanya. Ia menerima benda berwarna hitam itu dengan senyuman yang terpampang jelas di wajahnya.
"Tidak perlu berterima kasih, Selena. Ini adalah tugas seorang sahabat, benar bukan?" aku mengangguk tersenyum menanggapi ucapannya. Ia benar-benar seorang sahabat yang tulus.
Aku mulai duduk di depannya. Menyaksikan ia yang sedang meminum tehnya. Sesekali mataku melirik pada mahasiswa yang berlalu lalang di cafetaria ini. "Kau tidak memesan?" tanyanya saat menyadari bahwa aku hanya duduk diam saja tanpa makanan ataupun minuman di depanku.
Aku menggeleng pelan. "Uhm tidak. Aku hanya sedang tidak berselera untuk makan." ia menautkan kedua alisnya. "Kau sedang ada masalah? Kau bisa bercerita padaku, itupun jika kau mau."
Batinku sontak menggeleng dengan cepat. Sebenarnya aku ingin mencurahkan isi hatiku padanya, namun melihat batinku yang memasang tanda besar dengan lampu-lampu yang bertuliskan 'NO' membuatku mengurungkannya.
"Tidak, aku t-tidak memiliki masalah. Hanya mungkin aku terlalu lelah saja. Semalam aku memang kurang tidur." ia mengangguk ragu.
"Oh iya, aku ingin bertanya padamu. Mengapa kau kemarin tidak masuk ke kelas? Sebenarnya aku tidak ingin masuk ke kelas karena Mrs. Westie adalah salah satu dosen yang paling menyeramkan di kampus ini. Namun aku berpikir aku akan bertemu denganmu di kelas, jadi itu bukanlah masalah. Dan ternyata kau tidak datang." ia terkekeh kecil di akhir kalimatnya. Aku jadi merasa bersalah padanya.
"Astaga maafkan aku. Kemarin—aku terlalu asyik berkirim pesan dengan teman-teman lamaku. Karena sudah lama aku lost contact dengan mereka. Aku benar-benar minta maaf, Nica."
"Tidak apa, aku dapat mengerti itu. Kau pasti sangat rindu dengan mereka, bukan?"
"Kau benar. Aku terpisah dengan mereka secara mendadak. Aku belum siap. Namun mau tak mau aku benar-benar harus meninggalkan mereka. Dan syukurlah aku bertemu denganmu, entah akan menjadi apa aku tanpa dirimu."
Aku mengatakan itu dengan santai. Karena yang Nica tahu adalah aku sedang tinggal di sebuah apartemen sendirian, bukannya di sebuah kerajaan.
"Hey kau berlebihan." kami tertawa bersama. Terdengar sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya, ia melihatnya sebentar sebelum akhirnya kembali menatapku.
"Selena sepertinya aku harus pulang, ibuku memintaku untuk pulang cepat agar menjemput adikku yang masih sekolah. Dan apa kau tidak pulang?"
"Oh baiklah. Tidak, aku masih ingin di sini." ia menghabiskan tehnya sebelum akhirnya berpamitan padaku dan pergi meninggalkanku. Aku kembali melamun.
Aku masih tidak menyangka bahwa ia menolak permintaanku. Aku benar-benar membencinya. Ia adalah Pangeran yang sangat kejam, tidak punya hati, dan selalu melakukan semua sesukanya tanpa memikirkan perasaan orang lain. Jika saja ia tidak menolak permintaanku pasti kemarin aku tidak akan meninggalkan kelasku dan memilih untuk kembali ke istana. Yeah, aku membolos beberapa kelas. Pikiranku benar-benar kacau kemarin. Bahkan mulai dari kemarin hingga pagi tadi kami tidak saling berbicara maupun menatap. Namun aku tetap melaksanakan tugasku tanpa bertanya padanya.
Aku mulai merasa tidak nyaman saat Janice beserta Kenna dan temannya menatap sinis padaku yang duduk sendirian. Aku membalas tatapan sinisnya dan beranjak pergi dari sana. Kelasku sudah habis, namun aku sama sekali tidak berniat untuk pulang. Aku tidak ingin bertemu dengannya untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Prince [Z.M]
FanfictionApa yang kau rasakan saat kau harus menjadi pembantu pribadi seorang pangeran? Tentu sangat menyenangkan, apalagi jika pangeran itu sangat tampan. Tapi bagaimana jika sifatnya sangat berbanding terbalik dengan ketampanannya? Bagaimana bisa Dad terj...