"DASAR SIALAN!"
Sebuah rengkuhan erat kurasakan. Hangat, dan nyaman, namun hal itu justru membuatku semakin lemah dan tak bisa menahan isak tangisku.
"Apa yang telah kau lakukan sialan?!" amarah terdengar jelas darinya, bahkan suasana pun terasa mencekam. Dan dapat kulihat Janice tak terima, terbesit rasa benci yang dalam di matanya saat melihat Justin merengkuh tubuhku yang sudah lemas.
"Huh?! Bukannya semua ini rencanamu dasar bodoh!"
What?
Seketika isak tangisku berhenti. Otakku tak bisa berjalan untuk beberapa saat. Shock dengan perkataan yang baru saja ku dengar. Rencana Justin? Tidak mungkin.
"A-apa maksudmu? Aku menyuruhmu untuk mempermalukan putri Ricardo dan bukannnya Selena."
Deg!
Dengan segera aku mengumpulkan kekuatanku dan melepaskan rengkuhan Justin dari tubuhku. Memandangnya tak percaya, mataku terasa panas, persetan dengan penampilanku yang sudah kacau dan sembab.
"Aku adalah putri Ricardo, Bastard!"
Seketika Justin memandangku tak percaya. Ia tampak bungkam dengan pernyataanku.
"A-apa?"
"Fuck! I hate you!"
Tak peduli dengan bisikan dari orang-orang di dalam aula, aku segera berlari keluar dari pesta terkutuk itu. Air mata mengalir deras di wajahku, isak tangis yang sedari tadi ku tahan terlepas begitu saja.
Dapat ku dengar seruan dari Justin yang hendak menahanku, ku hiraukan semua itu. Rasanya seperti hancur. Apa salahku padanya hingga ia berencana sekeji itu terhadapku?
Berlari cukup kencang tanpa arah, membuatku sampai pada tempat yang sepi, sebuah taman dengan penerangan yang minim. Tanpa aba-aba tubuhku ambruk begitu saja, terduduk di atas jalanan berbatu yang dingin. Semilir angin tak membuatku kedinginan walau gaunku sudah basah. Hatiku terlampau hancur dengan apa yang baru saja kualami.
Namun beberapa saat kemudian kurasakan sebuah pelukan hangat, entah kapan ia muncul, dan yang pasti pelukannya benar-benar membuatku terhanyut dalam tangisku.
"H-hiks apa yang telah ku perbuat? Dosa apa yang telah kulakukan? K-kenapa semua ini terjadi padaku? Kenapa aku tak bisa bahagia? A-apa aku harus selalu tersiksa seperti ini?"
Tanpa sadar keluhan yang selama ini kupendam keluar begitu saja, Pangeran memelukku lebih erat; membuatku semakin menangis keras di dadanya.
"Keluarkanlah, tak apa, keluarkan semua rasa sakitmu." bisiknya pelan."Selena!"
Suara itu membuat kami berdua menoleh. Dan saat melihatnya hatiku kembali bergemuruh; masih tak percaya dengan apa yang telah ia lakukan kepadaku.
"Untuk apa kau kemari brengsek?!" Pangeran mengepalkan tangannya, "Aku tak ada urusan denganmu, aku hanya ingin bicara dengan Selena." Justin menatapku dengan pandangan bersalah.
"A-apalagi? Apa yang mau kau bicarakan? Bahwa kau sengaja menyiksaku? B-bahwa kau ingin menjatuhkanku?" suaraku terdengar bergetar lirih. Aku tak sanggup menahan air mataku, baru kali ini aku merasakan pengkhianatan.
"T-tidak, bukan begitu--"
"Lalu apa bajingan?!" Pangeran terlebih dahulu menarik kerah Justin, "Biarkan dia bicara, Pangeran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Prince [Z.M]
FanfictionApa yang kau rasakan saat kau harus menjadi pembantu pribadi seorang pangeran? Tentu sangat menyenangkan, apalagi jika pangeran itu sangat tampan. Tapi bagaimana jika sifatnya sangat berbanding terbalik dengan ketampanannya? Bagaimana bisa Dad terj...