Aku mencari kontaknya di ponselku, dan saat telah menemukannya aku langsung melakukan panggilan.
Aku mendekatkan ponselku pada telingaku sembari melayangkan pandanganku pada jendela kamarku yang telah tertutup oleh gorden. Setelah mendengar beberapa nada dering, panggilanku tersambung olehnya.
"Halo?"
"Um, halo Nica. Ini aku Selena. Maafkan aku karena menghubungimu malam-malam begini." aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
"Oh hai Sele. Tidak apa-apa, lagipula aku menganggur. Ada apa?"
"Begini, sebenarnya aku mau menanyakan sesuatu padamu, karena kau sudah cukup lama berkuliah di kampus jadi kupikir kau tahu sesuatu."
"Baiklah, apa itu?"
Aku menolehkan kepalaku untuk melihat pintu kamarku; memastikan tak ada siapapun yang masuk, "Ini tentang Justin. Aku ingin bertanya padamu, a-apakah Justin pernah dekat dengan Zayn dan teman-temannya? Umm—Maksudku mereka sama-sama terkenal di kampus, jadi tak menutup kemungkinan jika mereka berteman?"
"Uh—mereka memang sama-sama terkenal, Selena. Tetapi mereka tidak pernah dekat bahkan berteman. Kurasa mereka memiliki suatu masalah? Mereka terlihat saling membenci."
"Jadi sebelum aku masuk kampus mereka sudah seperti itu? Apa kau tahu apa masalah yang terjadi di antara mereka?"
"Yeah mereka sudah lama seperti itu, aku tidak tahu sejak kapan. Aku tidak tahu jika tentang itu."
"O-oh,"
"Yang kutahu hanya mereka yang saling membenci, itu saja."
"Baiklah terima kasih Nica."
"Sama-sama Selena."
Aku memutuskan panggilan secara sepihak, karena aku takut dia menanyakan apa alasanku bertanya tentang hal ini padanya.
Setelah meletakkan ponselku di atas nakas aku membaringkan tubuhku. Menghela napas sebentar sebelum menarik selimutku untuk menutupi tubuhku.
Ternyata Nica juga tidak tahu tentang masalah itu. Aku benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi di antara mereka. Mungkin aku tidak akan se-'penasaran' ini jika aku tidak bertanya pada Justin. Akibat reaksinya aku jadi seperti ini. Aku juga semakin bingung, aku tidak bisa menjauhi Justin.
Jika perihal aku tidak boleh berdekatan dengan Pangeran dan teman-temannya tentu saja itu salah. Justin salah besar, dan aku tidak percaya dengan perkataannya yang mengatakan bahwa mereka adalah 'bajingan'. Dan perlahan aku mulai meragukannya,
Tok. Tok. Tok.
Aku dengan cepat mengarahkan pandanganku pada pintu. Aku menyibakkan selimut dari tubuhku dan mulai bangkit berjalan mendekat pada pintu. Saat terbuka aku menemukan Emma yang sudah memakai baju tidur. Aku mengerutkan alisku menatapnya.
"Emma?"
"Oh Selena maafkan aku karena mengganggumu malam-malam begini. Tetapi Pangeran memanggilmu, ia menyuruhmu untuk ke kamarnya."
Aku melayangkan pandanganku pada jam yang menempel di dinding kamarku. Ini sudah pukul setengah sembilan malam.
"Apa? B-baiklah, terima kasih Emma."
Ia tersenyum dan mengangguk sebelum melenggang pergi. Sedangkan aku menutup pintu kamarku dan berjalan menuju kamar Pangeran. Tak peduli jika aku masih menggunakan baju tidur dengan sandal kelinci-ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Prince [Z.M]
FanfictionApa yang kau rasakan saat kau harus menjadi pembantu pribadi seorang pangeran? Tentu sangat menyenangkan, apalagi jika pangeran itu sangat tampan. Tapi bagaimana jika sifatnya sangat berbanding terbalik dengan ketampanannya? Bagaimana bisa Dad terj...