Chapter 11

384 46 28
                                    


Vote before reading please :)


And for your information, it's a long chap :)



Aku berjalan dengan sedikit terseok. Badanku sudah amat lelah, yang kubutuhkan hanyalah beristirahat. Walaupun perutku mulai memberontak, namun aku sama sekali tidak bernapsu untuk makan. Aku berusaha menjaga keseimbanganku agar tidak mendorong meja berisi nampan ini terlalu keras. Aku tidak ingin Risotto yang ada di dalamnya menjadi bertumpahan.

Aku mengetuk pintu kamar Pangeran. Tepat setelah mendengar sahutannya aku mendorong pintunya untuk terbuka. Dan seperti biasa, ia telah duduk di atas kursi, tempat yang selalu ia gunakan untuk makan.

"Kau sangatlah lama. Aku hampir mati kelaparan!" ia mengomel. Astaga, masih beruntung aku masih sabar dan membuatkan makanan untuknya. Jika tidak aku pasti sudah menumpahkan semua makanan yang kubuat tepat di wajahnya.

"Maafkan aku, Pangeran."

Aku meletakkan nampan di atas meja, lalu membukanya. Dan tersajilah Risotto yang amat menggoda, aromanya segera menyerang indra penciumanku. Pangeran mengambil sendoknya dan mulai memakan Risotto yang berbahan utama ayam itu.

"Duduk di sana. Kau bukanlah pengawalku." ia menunjuk kursi yang terletak di seberang kursinya. Tanpa menolak, tubuhku berjalan dan langsung duduk di kursi nyaman itu. Aku hanya diam dan memperhatikan dirinya yang memakan makan siangnya dengan lahap. Mungkin ia belum sempat untuk makan di cafetaria kampus.

Pangeran adalah manusia yang sempurna. Ia memiliki bentuk fisik yang mengagumkan. Mulai dari bentuk tubuh hingga wajahnya. Ia dapat dengan mudah menarik perhatian para wanita hanya dengan sekali tatapan. Ia dapat dengan mudah melemaskan para wanita dengan suaranya yang amat indah. Baiklah aku mengakui jika ia benar-benar tampan, atau bahkan terlalu tampan. Tetapi di satu sisi ia juga memiliki kekurangan, yaitu sikapnya yang berhasil membuatku selalu menyumpah serapahinya di dalam hatiku. Sifatnya yang sombong, menyebalkan, suka menyuruh, suka mengekang, suka memaksa, dan banyak lagi yang tak dapat kusebutkan; itu sangat membuatku begitu tersiksa. Jika bisa, mungkin aku telah membunuhnya sejak hari pertama aku bekerja di istana ini. Mungkin lebih tepatnya menjadi tawanan, karena aku bahkan tidak digaji sepeserpun olehnya. Hanya Putri Doniya, Ratu Trisha dan juga Raja Yaser dari keluarganya yang bersikap baik padaku.

Dan satu lagi, aku tidak mungkin akan mencintai pria seperti dirinya. Ia benar-benar jauh dari kriteria pria idamanku.

"Jadi, kau sekarang dekat dengan pecundang pirang itu?" ia berhasil membuyarkan seluruh lamunanku tentangnya. Aku mengarahkan pandanganku padanya yang juga tengah mengarahkan pandangannya padaku. Pecundang pirang?

"Pecundang pirang?" siapa yang ia maksud dengan pecundang pirang? Nica memang memiliki rambut pirang, namun teganya dia mengolok Nica dengan sebutan seperti itu. "Lelaki yang ingin mengajakmu pulang bersamanya beberapa jam yang lalu." seketika gambaran pria bermata hazel dengan rambut pirang itu muncul di pikiranku. Oh syukurlah bukan Nica yang ia maksud.

"Maksudmu Justin?" ia mengangguk acuh dan kembali memasukkan sesendok Risotto ke dalam mulutnya. "Kurasa ia bukanlah seorang pecundang?" opiniku yang lebih mirip dengan sebuah pertanyaan.

"Kau bahkan mengenalnya belum genap dua puluh empat jam. Jangan langsung menilai orang hanya dari penampilan atau sikapnya."

Ucapannya sedikit menyinggungku tentang dirinya yang langsung kunilai dari sikapnya. Ya mungkin itu benar, tetapi aku yakin bila Justin merupakan pria yang baik. Aku memang tidak memiliki bukti apapun, tetapi sikap pria itu padaku membuatku dapat menyimpulkan jika ia benar-benar pria baik.

Arrogant Prince [Z.M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang