49. Pelukan Terakhir

35K 3.1K 61
                                    

"Kematian, selalu menjadi perpisahan paling menyakitkan."
-Nashwa Hanindya-

°•●0●•°

"Pipi suci geu ternodai," dumel Arjuna sambil menggosok pipinya yang bekas di cium oleh Laura menggunakan air dari selang.

"Belum juga di cium Nashwa, udah di cium lampir aja," gerutunya lagi sambil menyebut-nyebut nama Nashwa. Setelah teringat dengan apa yang ia ucapkan, Arjuna langsung berdecak.

"Ck, ngapain nginget tu cewek sih!" Kesalnya sambil membuang selang secara sembarang.

Bukan main memang, sungguh Arjuna sangat kesal jika harus mengingat-ingat Nashwa. Apalagi jika mengingat perempuan itu berselingkuh dengan Adam. Jika memang Nashwa tak selingkuh, lalu kenapa dia tidak mencoba mendatangi Arjuna dan menjelaskan segalanya, masa hanya karna di telpon di matikan lalu ia langsung menyerah, ini benar-benar fixs Nashwa selingkuh. Pasti sekarang ia sedang jalan-jalan dengan Adam.

Membayangkan hal itu, membuat Arjuna langsung saja menendang batu yang ada di hadapannya dengan kesal. Tak cukup sampai disitu, laki-laki itu juga berteriak frustasi sambil mengacak rambutnya. Kenapa perempuan itu tak juga kunjung pergi dari pikirannya, bahkan Arjuna sampai tak tidur hanya karna memikirkan persoalan perselingkuhan Nashwa.

Ia benar-benar tak tidur, ia melapiaskan kekesalannya dengan bermain game semalaman. Bahkan sampai stik game nya rusak akibat ulahnya yang dengan seenaknya main banting akibat kalah. Sungguh, gara-gara persoalan ini Arjuna jadi runyam, tadi pagi saja ia sampai marah-marah kepada para pembantunya yang sebenarnya tak ada salah apa-apa.

"Kamu ini kenapa, Juna?" Tanya Papanya yang baru saja keluar dari rumah.

Arjuna menoleh, ia menghembuskan nafasnya dengan kesal, "nggak kenapa-napa Pa," jawabnya sambil kembali memungut selang air dan mematikan krannya.

"Kalo ada masalah itu, jangan di lampiasin ke orang yang nggak salah, ke barang apalagi," nasihat Papanya yang di angguki oleh Arjuna.

"Iya Pa, maaf," ucapnya sambil berjalan menuju sang Papa dan duduk di sebelahnya.

Baru Arjuna duduk, ponsel Papanya yang di taruh di atas meja bergetar menandakan adanya panggilan masuk. Mahendra mengambil ponsel tersebut, mengangkat panggilannya dan menempelkannya di telinga.

"Halo, kenapa?"

" ..... "

"Sudah dapat, alhamdulillah. Lalu kapan operasinya akan di lakukan?"

" ..... "

"Jam satu ya, saya usahakan datang. Bagaimanapun dia sudah saya anggap seperti anak sendiri."

" ...... "

"Hm, ya. Terus kabari jika ada sesuatu." Seteah mengatakan kalimat itu, Mahendra langsung mematikan sambungan telponnya dan menaruh ponselnya kembali di meja.

"Siapa, Pa?" Tanya Arjuna yang memang sedari tadi mendengarkan.

"Bara. Dia bilang pa-"

"Permisi Den," kalimat Mahendra terpotong begitu saja ketika Pak Bedul---satpam penjaga gerbang datang.

"Kenapa Pak?" Tanya Arjuna.

"Ini teh, saya nemu anting. Kayaknya punya pacar Den deh," ucap Pak Bedul sambil menyerahkan sebuah anting perak dengan hiasan sebutir berlian di tengahnya.

Arjuna mengambil anting tersebut, "pacar saya?" Tanyanya dengan alis berkerut, ia memperhatikan anting tersebut. Setelah beberapa lama berpikir, Arjuna langsung teringat jika anting tersebut mirip sekali dengan anting Nashwa yang merupkan pemberian dari Abangnya.

Arjunashwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang